JAKARTA – Pemerintah mengisyaratkan bakal kembali memberikan relaksasi atau izin ekspor konsentrat tembaga kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) meskipun pembangunan smelternya di Gresik tidak selesai sesuai dengan target ataupun yang telah dijanjikan sebelumnya.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan telah menerima laporan terkait waktu penyelesaian smelter Freeport dan kini sedang dibahas timnya terkait berapa lama kompensasi yang akan diberikan.

“Sekarang lagi dalam proses evaluasi ada nggak Force Majure. Kalau soal aturan sudah ada kan jadi jangan ditabrak,” kata Arifin disela sesi diskusi dengan media, Jumat (23/12).

Selama ini progress pembangunan smelter menjadi acuan bagi pemerintah untuk memberikan izin ekspor kepada pelaku usaha. Jadi bagi pelaku usaha tambang yang progress pembangunan smelternya sesuai dengan target S curva maka secara berkala izin tambang diberikan. Akan tetapi batas waktu pembangunan smelter itu sendiri akan berakhir tahun 2023.

Menurut Arifin pandemi covid-19 yang terjadi turut mempengaruhi pengerjaan proyek smelter. Itu nantinya yang akan jadi bahan pertimbangan pemerintah berapa lama waktu relaksasi ekspor yang bakal diberikan kepada PTFI sebagai kompensasi atas tertundanya proyek akibat pandemi.

“Itu nanti dilihat dulu waktunya. Jangan covidnya (dampak) sebulan mintanya banyak. Itu yang dilihat enam bulan atau 1 tahun,” ungkap Arifin.

Sebelumnya PTFI menargetkan pembangunan smelter baru bisa selesai pada tahun 2023. Namun belakangan manajemen PTFI melobi pemerintah agar jadwal operasi smelter dimundurkan karnea manajemen mengaku cukup terdampak pandemi COVID-19. Pemerintah sendiri sebenarnya telah memiliki payung hukum untuk menutup keran ekspor berbagai komoditas mineral pada 2023 mendatang. Tembaga dan Timah adalah dua komoditas yang akan menjadi sasaran untuk ditutup ekspornya setelah Nikel dan Bauksit yang baru saja diumumkan.