JAKARTA – PT Pertamina (Persero) harus bisa menemukan lagi kesepakatan pembelian minyak mentah secara langsung bukan melalui trader ataupun di pasar internasional. Hal tersebut jauh lebih menguntungkan dibanding harus melalui perantara pihak ketiga seperti yang banyak dilakukan Pertamina selama ini.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengungkapkan kesepakatan pembelian minyak secara langsung tentu akan memotong rantai pasoknya. Melalui mekanisme ini juga yang mendapatkan manfaat tidak hanya Pertamina, namun juga masyarakat sebagai konsumen BBM.

“Sehingga biaya pengadaan minyak akan lebih murah. Dengan demikian akan positif baik bagi Pertamina, pemerimtah, dan masyarakat selaku konsumen BBM,” kata Komaidi kepada Dunia Energi, Rabu (21/7).

Pertamina melalui PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) baru mendapatkan kontrak pengadaan minyak mentah Nigeria langsung dari Nigerian National Petroleum Corporation (NPCC). Ini menjadi kontrak langsung pertama antara Pertamina dengan NPCC, meskipun Pertamina sering membeli minyak Nigeria.

Selama ini Pertamina harus membeli minyak mentah Nigeria melalui pasar terbuka internasional yang memiliki Participating Interest seperti ExxonMobil, Chevron, Shell, Total dan BP.

Komaidi berharap Pertamina bisa mendapatkan kontrak serupa dengan jangka waktu yang lebih panjang. Karena dengan begitu ada kepastian dari sisi pasokan. “Yang perlu digencarkan adalah mendapatkan kontrak jangka panjangnya untuk membantu ketahanan pasokan BBM di dalam negeri,” ungkap Komaidi.

Selain itu, pemerintah juga memiliki peran dalam mencari pasokan minyak di luar negeri. Negara juga seharusnya bisa berbuat banyak untuk membantu Pertamina mendapatkan kontrak pembelian minyak mentah serupa.

“Umumnya ada campur tangan negara. Kesepakatan umumnya akan disertai dengan kerja sama bilateral pada sektor yang sama atau sektor lain,” kata Komaidi.

Menurut Komaidi, campur tangan negara dalam pengadaan kebutuhan komoditi nasional sudah lazim terjadi. Dia mencontohkan pemerintah Ameria Serikat begitu aktif membantu perusahaannya mendapatkan kesepakatan bisnis dengan perusahaan internasional. Seharusnya Pertamina mendapatkan dukungan besar juga dari pemerintah, apalagi Pertamina adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Pemerintah Amerika selalu membantu badan usaha mereka meskipun bukan BUMN. Apalagi kalo kita yg notabene BUMN. Seringkali para petinggi Amerika Serikat datang khusus agar badan usaha mereka mulus dalam mencapai apa yang mereka tuju,” ungkap dia.

Kondisi yang dialami Pertamina, menurut Komaidi, justru dibiarkan seperti berjalan sendiri mencari kesepakatan bisnis. “Dibiarkan jalan sendiri. Dikasih tugas dan beban yang banyak dan dituntut bayar pajak dan PNPB yang besar pula,” kata Komaidi.

Pertamina terpilih menjadi awardee dari total 500 perusahaan yang mendaftar. NNPC merupakan National Oil Company Nigeria, seperti Pertamina di Indonesia. Kontrak direct supply tersebut sangat penting bagi hubungan bilateral antar kedua negara. Minyak mentah Nigeria berjenis sweet crude. Kontrak langsung ini berdurasi mulai 2021 hingga 2023.

Ifki Sukarya Corporate Secretary Subholding Refining & Petrochemical PT KPI, mengungkapkan untuk kebutuhan minyak mentah dari NNPC besarannya akan menyesuaikan perkembangan supply demand kebutuhan kilang di tahun mendatang, sebagai salah satu upaya untuk memastikan kecukupan supply untuk produksi kilang.

“Estimasi volume suplai minyak mentah dari NNPC saat ini sekitar 900.000 barrels per quarter,” ungkap Ifki.

Sani Dinar Saifuddin, Vice President Feedstock and Inventory Managemen KPI, menyatakan minyak Nigeria memiliki porsi besar terhadap volume impor minyak Pertamina. Pada periode 2017-2020 sebanyak 30 persen volume minyak mentah impor berasal dari Nigeria. Untuk impor crude Pertamina pada 2019 sebesar 75,3 juta barel.

“Nigeria merupakan source impor minyak mentah kedua terbesar Pertamina, setelah suplai minyak mentah Arabian Light Crude ke FOC I RU IV Cilacap dari NOC Arab Saudi Aramco,” ungkap Sani.

Untuk impor minyak mentah pada tahun ini diproyeksi akan meningkat cukup signifikan dibanding 2020. Dalam data proyeksi Pertamina 2021, impor minyak mentah ditargetkan mencapai 118,4 juta barel atau naik sekitar 50,4 persen dibanding realisasi impor minyak mentah tahun lalu yang hanya 78,7 juta barel.(RI)