JAKARTA – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mendorong penurunan pembakaran gas suar (flaring) guna mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam dokumen kontribusi penurunan emisi nasional (Nationally Determined Contribution/NDC) pada COP-21 UNFCCC di Paris yang merefleksikan kuatnya kemauan politik Pemerintah untuk berperan dalam pengurangan emisi GRK global.

Berdasarkan data Ditjen Migas, mulai tahun 2018 hingga 2020, memang terdapat penurunan pembakaran gas suar (flaring), namun pencapaian tingkat penurunan flaring masih belum sesuai dengan yang diharapkan Pemerintah Indonesia. Dari data tersebut, masih ada 120 MMSCFD gas suar yang dibakar di Indonesia.

Wakhid Hasyim, Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Migas Kementerian ESDM menjelaskan sebagian besar perusahaan minyak masih membakar suar gas dengan berbagai latar belakang dikarenakan banyaknya tantangan untuk implementasi penurunan flaring yang efektif.

“Pemerintah mendukung penuh upaya Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan dalam penurunan dan/atau pemanfaatan gas suar,” kata Wakhid (17/9).

Pemerintah sendiri baru saja menerbitkan beleid terbaru untuk mengatur pengelolaan gas suar yang tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pengelolaan Gas Suar Pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi.

Aturan ini juga merupakan upaya Pemerintah Indonesia untuk mencapai Kebijakan Zero Routine Flaring 2030 yang dideklarasikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ke Bank Dunia. Dibutuhkan kerja sama para pemangku kepentingan untuk mencapai komitmen tersebut.

“Untuk itu, perlu pengaturan peraturan yang ada, salah satunya adalah terkait dengan gas suar ini,” ujar Wakhid.

Aturan ini menitikberatkan pada pengklasifikasian flaring, pengaturan pengumpulan data yang lebih komprehensif, penetapan batasan yang lebih rigid, sanksi dan penghargaan, serta pengaturan pembakaran yang lebih detail.

Perbedaan Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2021 dan Nomor 31 Tahun 2012 adalah pertama, definisi pembakaran gas suar secara detail, seperti klasifikasi pembakaran gas suar rutin, pembakaran gas suar untuk keselamatan dan pembakaran suar tidak rutin.

Pembakaran gas suar rutin adalah pembakaran gas suar dalam kondisi normal, dimana kondisi geologi tidak memungkinkan untuk dilaksanakan reinjeksi gas, tidak ada fasilitas untuk melakukan reinjeksi gas atau tidak ada pemanfaatan gas suar untuk keperluan sendiri atau keperluan lainnya.

Pembakaran gas suar untuk keselamatan adalah pembakaran gas suar dalam rangka memastikan keselamatan operasi migas. Sedangkan pembakaran gas suar tidak rutin adalah pembakaran gas suar selain pembakaran gas suar rutin dan pembakaran gas suar untuk keselamatan.

Dalam aturan ini juga dimasukkan definisi mengenai gas pengotor yaitu senyawa non hidrokarbon yang terkandung dalam gas bumi atau gas ikutan (associated gas) yang dihasilkan oleh kegiatan eksplorasi dan produksi atau pengolahan minyak dan/atau gas bumi.

Kedua, ruang lingkup pengelolaan gas suar di mana aktivitas kegiatan termasuk pemanfaatan gas suar dan/atau pembakaran gas suar. Diatur pula kewajiban menyusun rencana pengelolaan gas suar pada lapangan minyak bumi dan/atau lapangan gas bumi dalam suatu rencana pengembangan lapangan (Plan of Development) untuk pertama kali atau rencana pengembangan lapangan selanjutnya.

Ketiga, kerja sama antara badan usaha dalam pemanfaatan atau pengelolaan gas suar. Dinyatakan dalam aturan ini, KKKS dan/atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan yang melakukan pembakaran gas suar dan/atau pemanfaatan gas suar berdekatan dengan lokasi lapangan atau wilayah kerja KKKS dan/atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan lain, dapat melakukan kerja sama di bawah koordinasi SKK Migas atau BPMA sesuai kewenangannya, dengan melibatkan instansi terkait.

Dalam Penggunaan fasilitas milik Kontraktor oleh Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan, KKKS dan/atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan membuat perjanjian kerja sama lebih lanjut dan wajib melaporkan kegiatan kerja sama pembakaran gas suar dan/atau pemanfaatan gas suar kepada Direktur Jenderal Migas.

Keempat, pembatasan volume menjadi lebih rigid di mana untuk upstream lapangan minyak sebesar 2 MMSCFD, sedangkan lapangan gas sebesar 2% dari feed gas. Sementara untuk kegiatan downstream, tidak diperbolehkan rutin flaring.

Diatur pula bahwa pelaporan paling lambat 1 x 24 jam setelah kejadian untuk pembakaran gas suar di atas 20 MMSCFD kepada Kepala Inspeksi dan memberikan laporan tertulis 7 hari setelah selesainya pembakaran gas suar kepada Direktur Jenderal Migas.

Kelima, terkait pembinaan dan pengawasan yaitu melakukan pelaporan 6 bulanan yang lebih komprehensif dan akurat.

Untuk KKKS dan Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan yang menggunakan perhitungan neraca massa atau perhitungan engineering lainnya sesuai dengan kaidah keteknikan yang baik, wajib menyampaikan prosedur perhitungan volume pembakaran gas suar sebagai lampiran dalam Laporan Pelaksanaan Pengelolaan Gas Suar setiap 6 bulan.

Direktur Jenderal Migas melalui Kepala Inspeksi dapat melakukan verifikasi kepada KKKS dan Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan atas laporan pelaksanaan pengelolaan gas suar.

Keenam, reward dan punishment di mana terdapat sanksi administrasi dan penghargaan. KKKS atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan yang melakukan pelanggaran dikenakan sanksi berupa teguran tertulis, pembatalan penunjukan Kepala Teknik dan/atau penghentian sementara kegiatan operasi pada fasilitas produksi.

Terkait penghargaan, Menteri ESDM memberikan penghargaan terhadap KKKS atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan yang melakukan optimalisasi dalam pengelolaan gas suar. Penghargaan diberikan setiap tahun.

Terakhir, ketentuan peralihan yaitu adanya masa transisi selama 2 tahun untuk mengikuti ketentuan dalam Permen ESDM ini.

Petunjuk teknis tentang pelaksanaan identifikasi volume pembakaran gas suar dan kriteria penghargaan terhadap KKKS atau Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Pengolahan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Migas.

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 31 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Pembakaran Gas Suar (Flaring) pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1313), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Pemerintah saat ini juga sedang merevisi Permen ESDM Nomor 32 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan dan Penetapan Harga Gas Suar Bakar yang diharapkan dapat mendukung monetisasi gas suar di Indonesia agar lebih implementatif.