JAKARTA – Pemerintah dinilai masih setengah-setengah untuk memperbaiki iklim investasi migas khususnya di sektor hulu. Hal ini ditunjukkan dengan tidak kunjung ada inisiatif dari pemerintah untuk mendorong pembasan Revisi Undang-Undang Migas (UU Migas) bersama DPR.

Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR RI, menilai selama ini yang terlihat aktif untuk bisa membahas revisi UU Migas justru parlemen. Pemerintah terkesan pasif dan bahkan tidak sepenuh hati. Dia menceritakan dugaan tersebut terasa saat ditariknya BAB khusus migas dalam UU Cipta Kerja.

“Yang saya tahu DPR sekarang pro aktif sementara pemerintahnya ga serius saya ada bukti waktu bahas Ciptaker ada klausul revisi UU migas usulan murni pemerintah disebut skan revisi dan membentuk badan pengganti SKK Migas. Pas BAB Migas itu kita siap menunggu dengan serius ketika masuk pembahasan BAB Migas, akhirnya ditunggu dipresentasikan pemerintah bilang kami menarik BAB terkait revisi BAB UU Migas, kita kecewa juga,” cerita Mulyanto disela webinar digelar Reforminer Institute bertajuk Kebijakan Insentif untuk Mendukung Peran Penting Industri Hulu Migas dalam Transisi Energi dan Perekonomian Indonesia, Rabu (15/6).

Tidak ada alasan jelas yang disampaikan pemerintah saat menarik BAB Migas dalam UU Ciptaker. Namun menurut Mulyanto pemerintah pasti mendapatkan tekanan dari berbagai pihak pasalnya hampi dipastikan pembahasan di BAB itu akan berjalan alot terutama membahas soal kelembagaan. “Kalau itu masuk bisa jadi alot pembahasan mungkin jadi lama RUU Ciptakerja-nya,” ungkap Mulyanto.

Dia melanjutkan para anggota Komisi energi di parlemen sebenarnya tetap mendorong revisi UU Migas bisa juga diusulkan jadi UU tahun ini. Tapi setiap komisi diputuskan hanya diberi jatah satu UU.

“Sudah masuk prolegnas Cuma per komisi jatah satu UU, kita pilih mana EBT atau migas. Tapi akhirnya kebijakan satu dulu komisi VII selesaikan RUU EBT kalau sudah selesai baru masuk ke revisi UU Migas. Kemaren RUU EBT sudah diketok jadi usulan inisiatif DPR. Artinya sekarang kita mulai berpikir bahas revisi UU Migas. DPR serius sekali,” jelas Mulyanto.

Sementara itu, Satya Widya Yudha, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), menuturukan kepastian dari kelembagaan yang mengatur hulu migas sangat krusial. DEN sendiri kata dia mendorong agar Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) bisa mendapatkan peran lebih atau bisa dipermanenkan statusnya dalam revisi UU Migas nanti. “SKK Migas bisa jalankan fungsi lebih permanen cakupan lebih baik berkontribusi mengantar transisi energi,” kata Satya. (RI)