JAKARTA – Pemerintah sudah berikan signal untuk melanjutkan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) sebesar US$ 6 per MMBTU untuk tujuh sektor industri. Namun kali ini pengawasannya dijanjikam akan lebih ketat hal ini lantaran realisasi konsumsi gas yang sudah dialokasikan justru sering tidak mencapai target.

Rizal Fajar Muttaqien, Koordinator Penyiapan Program Migas Kementerian ESDM, menyatakan evaluasi terhadap pengguna HGBT masih berlangsung. Kementerian ESDM tidak sendiri karena berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian.

“Kami harapkan ada evaluasi dari masing-masing pengguna gas bumi,” kata Rizal dalam webinar Menelisik Kesiapan Pasokan Gas untuk Sektor Industri dan Pembangkit Listrik, Rabu (28/2).

Rizal menegaskan jika industri penerima HGBT kedapatan tidak sesuai dengan komitmen awal, maka pemerintah tidak ragu untuk mengurangi atau bahkan menghentikan keberlanjutan dari kebijakan HGBT ini.

“Tentunya ada evaluasi dari teman-teman dari Kemenperin untuk bisa melanjutkan ataupun mengurangi pasokannya atau menghentikan kebijakan HGBT,” ujarnya.

Kepmen ESDM No 134 Tahun 2020 tentang kebijakan HGBT sendiri akan berakhir pada tahun 2024. Kementerian Perindustrian sendiri kabarnya telah menyampaikan usulan untuk melanjutkan kebijakan tersebut.

“Hanya memang kami dari ESDM masih menunggu evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan HGBT yang sudah berjalan selama ini dan tentunya ketika HGBT itu diputuskan untuk diteruskan tentunya juga memperhatikan ketersediaan bagian negara yang digunakan untuk penyesuaian harga gas,” kata Rizal.

Apa yang dilakukan oleh pemerintah memang wajar, karena negara pada dasarnya sudah dirugikan akibat adanya penurunan penerimaan negara.

Berdasarkan catatan SKK Migas pada tahun 2023, akibat menerapkan kebijakan harga gas tersebut penerimaan negara dari hulu migas sudah turun hingga lebih dari US$ 1 miliar. Ini tentu bukan indikator yang baik. Kini pemerintah tengah mengevaluasi juga multiplier effect yang benar-benar dihasilkan dari kebijakan harga gas. (RI)