JAKARTA – Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) ditargetkan berkontribusi sebesar 6,4 giga watt (GW), dari total target EBT dalam bauran energi nasional sebesar 45 GW pada  2025. PLTS diyakini merupakan energi terbaik dalam mempercepat pencapaian target bauran energi di Indonesia sebesar 23%, dikarenakan energi matahari yang mudah didapat dan mampu diproses dalam waktu cepat.

Potensi surya atap di Indonesia juga cukup besar. Berdasarkan laporan IRENA (2017) potensi tenaga surya mencapai 3,1 GW per tahun, dimana sekitar 1 GW merupakan potensi dari listrik surya atap dan 2,1 GW untuk PLTS (ground mounted solar). Berdasarkan perkiraan potensi ini, target PLTS dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dapat tercapai dengan cepat.

“Pemasangan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) di industri berpotensi menghemat biaya listrik. Tergantung golongan tarif industri tersebut apakah misalnya, I3 atau I4. Aplikasi tersebut bisa untuk penerangan dan lainnya,” kata Hariyanto, Direktur Konservasi Energi Ditjen EBTKE Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kamis (23/7).

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2017 tentang RUEN telah menetapkan bahwa untuk mendukung pencapaian target listrik surya, maka diberlakukan kewajiban pemanfaatan sel surya minimum 25% dari luas atap bangunan mewah, kompleks perumahan, dan apartemen, dan 30% dari atap bangunan pemerintah.

Menurut International Energy Agency (IEA), tenaga surya telah menyuplai sekitar 592 Giga Watt atau hanya sekitar 2,2% saja dari pemakaian tenaga listrik dunia sebesar 26,571 Giga Watt di tahun 2018. Setelah maraknya pemasangan Photovoltaic (PV), maka pemakaian tenaga surya meningkat menjadi 100 Giga Watt atau 20% dari pemakaian listrik dunia. Lebih dari 90% pemasangan panel photovoltaic (PV) dibuat dari Kristal silicon. Hal ini sejalan dengan semakin kompetitifnya rata-rata harga listrik pembangkit tenaga surya. Berdasarkan laporan International Renewable Energy Agency (IRENA), pembangkit tenaga surya sudah sangat kompetitif dibandingkan pembangkit dari energi fosil, seperti dari minyak, gas dan batubara, dengan rata-rata harga listrik turun sekitar 75% atau dibawah 10 cent US$/KWh.

Hariyanto menambahkan, saat ini Kementerian ESDM tengah menyusun rencana program pemberian subsidi untuk PLTS rooftop untuk golongan tertentu. “Rencana PLTS rooftop untuk R450Va dan 900 VA masih dalam tahap inisiasi awal dan dimatangkan skema yang terbaik seperti apa,” tandas Hariyanto.(RA)