JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana untuk meningkatkan porsi kewajiban batu bara ke dalam negeri atau Domestik Market Obligation (DMO). Dari posisi sekarang 25% dari produksi menjadi 30% dari produksi.

Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), mengungkapkan alasan pemerintah meningkatkan DMO baru bara adalah untuk memastikan pasokan tercukupi jika perkiraan peningkatan penggunaan batu bara di dalam negeri benar terjadi. Namun demikian menurut dia peningkatan DMO batu bara bukanlah solusi utama yang bisa menyelesaikan masalah pasokan terhadap pembangkit listrik yang kerap kali terjadi.

“Sebelum wacana tersebut ditetapkan, perlu kiranya dikaji kembali secara lebih mendalam apakah besaran 30% tersebut dapat menyelesaikan permasalahan dalam pelaksanaan DMO kelistrikan, khususnya dalam hal jika terjadi lonjakan harga komunitas. Serta gangguan cuaca ekstrim,” kata Hendra kepada Dunia Energi, Jumat (25/3).

Menurut Hendra, selama ini, data menunjukkan bahwa sejak kewajiban DMO kelistrikan dengan harga khusus ditetapkan, realisasi presentase DMO di bawah 20%. “Hal itu diakibatkan berubahnya realisasi produksi dan serapan DMO,” ujar Hendra.

Produksi nasional di tahun 2021 lebih dari 610 juta ton sementara realisasi kebutuhan PLN dikisaran 110-120 juta ton (total realisasi domestik 135 juta ton). Di tahun 2022, Pemerintah menargetkan produksi sekitar 663 juta ton yang mana kemungkinan akan lebih besar dari perkiraan realisasi kebutuhan domestik di 2022.

Arifin Tasrif, Menteri ESDM, menyatakan peningkatan DMO batu bara sangat dimungkinkan untuk mengantisipasi peningkatan konsumsi batu bara dalam negeri. Saat ini regulasi untuk memayungi kebijakan tersebut sedang disiapkan dalam bentuk Peraturana Menteri (Permen).

“Ada usulannya tapi lihat dari konsumsi. Kita lihat kebutuhannya,” kata Arifin.

Pemerintah kata Arifin, memproyeksi adanya peningkatan kebutuhan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri untuk itu disiapkan regulasi untuk mengamankan pasokan.

“Memang dilihat tren ke depan naik atau nggak, tren untuk listrik industri dalam negeri,” ujar Arifin. (RI)