JAKARTA – Target PT Pertamina Geothermal Energy, anak usaha PT Pertamina (Persero) di sektor panas bumi, untuk berkontribusi sekitar 29% atau 2,1 gigawatt (GW) atau 2.100 megawatt (MW) dari target pemerintah terhadap pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) panas bumi pada 2025 yang dipatok sebesar 7,2 GW direvisi. PGE hanya menargetkan kapasitas pembangkit sebesar 1.112 MW pada 2026. Artinya, dalam kurun tujuh tahun ke depan, PGE hanya akan menambah 495 MW kapasitas baru.

Ali Mundakir, Direktur Utama PGE, mengatakan pertimbangan kebutuhan listrik masyarakat dan proses negosiasi harga listrik yang cukup alot dengan PT PLN (Persero) sebagai penyerap utama listrik PGE menjadi direvisinya target kapasitas pembangkit.

“Jadi harga acuannya sudah ada. Tapi itu juga perlu verifikasi dan nantinya ditetapkan Menteri ESDM. Ini semua butuh waktu,” kata Ali saat ditemui di Jakarta, Rabu (12/12).

PGE memproyeksikan butuh dana investasi paling tidak sebesar US$2,6 miliar untuk bisa mencapai target kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) pada 2026. Saat ini kapasitas terpasang pembangkit PGE baru 617 MW.

Untuk bisa mengejar target tersebut PGE meminta dukungan dari Pertamina agar bisa lebih mengalokasikan dana investasinya di sektor panas bumi.

“Investasinya, untuk pengembangan setiap satu MW itu US$ 4-6 juta, makanya kami minta Pak Pahala (Direktur Keuangan Pertamina) buat kasih dukungan,” ungkap Ali.

Menurut Ali, kebutuhan pendanaan menjadi sangat krusial ketika berbicara panas bumi dari sisi hulu. Pada tahapan eksplorasi misalnya, diperlukan dana tidak sedikit. Disisi lain sumber pendanaan menjadi terbatas lantaran belum dapat dipastikan akan ditemukan potensi panas bumi yang ekonomis.

Lain hal jika berbicara proyek pembangkit listriknya bisa dengan mudah mendapatkan pendanaan, karena berbagai lembaga keuangan dunia sudah menyatakan komitmen mendanai proyek energi hijau, seperti World Bank dan JICA.

Dalam waktu dekat PGE sendiri akan mulai mengoperasikan satu PLTP baru, yakni PLTP Lumut Balai 1 dengan kapasitas 55 MW dan ditargetkan bisa beroperasi pada awal tahun depan. Untuk Lumut Balai-1, PGE menggarap proyeknya dari pengeboran sumur hingga pembangunan pembangkit listrik.

Selain itu ada PLTP Hulu Lais. Untuk proyek ini PGE hanya mengerjakan pengeboran sumur panas bumi saja, sementara pembangunan pembangkit listrik dilakukan PT PLN (Persero). PGE sudah merealisasikan pengeboran sumur di Hulu Lais dan tengah menyiapkan Front End Engineering Design (FEED) Hulu Lais-1.

Selain dua proyek tersebut, PGE juga menggarap sejumlah proyek panas bumi lainnya. Proyek PLTP Lumut Balai Unit 2 berkapasitas 55 MW kini sudah masuk tahap Engineering, Procurement, Construction, and Commissioning (EPCC) dan ditargetkan mulai beroperasi pada 2021.

PGE juga mengerjakan PLTP Sungai Penuh 55 MW yang ditargetkan beroperasi pada 2020 dan PLTP Hululais Unit-2 pada 2021.

Secara paralel saat ini juga sedang dikerjakan beberapa proyek pembangkit lainnya seperti, Lumut Balai-2, Hulu Lais-1, Hulu Lais-2, dan Sungai Penuh yang masing-masing memiliki kapasitas 55 MW sehingga potensi tambahan kapasitas mencapai 220 MW.

“PLTP berkapasitas 220 MW ini akan COD (commercial on date/beroperasi komersil) sekitar 2021, 2022, dan 2023,” ungkap Ali.

PGE juga akan mengerjakan PLTP Lumut Balai Unit 3 dan 4 yang ditargetkan mulai operasi berturut-turut pada 2022 dan 2023. Setelah semua proyek ini rampung, maka kapasitas pembangkit PGE bakal mencapai 1.057 MW.(RI)