JAKARTA – Sepanjang kuartal I 2020 demand listrik global dinyatakan turun 2,5% apabila dibandingkan dengan periode sama  2019. Rata-rata penurunan permintaan 20% pada kondisi lockdown total. Penurunan permintaan listrik secara global ini, diproyeksikan sebesar 5-10% selama tahun 2020.

Harris, Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan (EBT) Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, mengatakan pandemi Covid-19 memberikan dampak yang luar biasa bagi sebagian besar aspek kehidupan masyarakat, termasuk pemanfaatan energi. Kebijakan lockdown atau pembatasan sosial berskala besar yang diterapkan pada beberapa negara secara signifikan mengurangi permintaan kebutuhan listrik.

“Berdasarkan data beberapa minggu terakhir, segmen bisnis dan Industri mengalami penurunan signifikan, sedangkan segmen rumah tangga tidak. Dengan kondisi saat ini, kami melihat perlu adanya prioritas untuk EBT dan konservasi energi dalam rangka menghadapi pasca Covid-19, yaitu perlu adanya stimulus,” kata Harris, Jumat (22/5).

Berdasarkan analisis Wood Mackenzie, instalasi storage & PLTS global 2020 diperkirakan akan turun hampir 20% (dibandingkan pra Covid-19), instalasi Wind diperkirakan turun sebesar 4,9 gigawatt (GW) (6%). Penurunan instalasi EBT dan langkah-langkah efisiensi energi menyebabkan 106 ribu pekerjaan hilang pada Maret 2020 di Amerika Serikat. Serta hilangnya 51 ribu pekerjaan pengeboran dan pemurnian di periode yang sama. Analisis menunjukkan bahwa 15% dari total tenaga kerja energi bersih bisa hilang selama beberapa bulan mendatang, atau lebih dari setengah juta pekerjaan.

Untuk tren beban listrik nasional selama pandemi ini, kondisi sistem Jawa-Bali, Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi mengalami penurunan permintaan. Penurunan tertinggi terjadi pada sistem Jawa Bali yaitu sebesar minus 9,55%. “

Harris menjelaskan, paket stimulus ekonomi pasca pandemi harus mencakup investasi energi bersih, karenan energi bersih menghasilkan pengembalian ekonomi 3 – 8 kali lebih tinggi dari investasi awal, sebagaimana analisis World Resources Institute (WRI); ketidakstabilan harga bahan bakar fosil memberikan peluang global untuk mempercepat peralihan ke energi bersih. Serta investasi dalam EBTKE dapat menghasilkan 63 juta pekerjaan baru pada tahun 2050.

“Pilihannya dua, yaitu membuka kembali ekonomi yang di drive oleh sumber bahan bakar yang gagal di masa lalu, atau memulai jalan menuju masa depan yang bersih, termasuk efisiensi energi. Pemerintah dan investor harus menyikapi bahwa Covid-19 bukan sebagai sinyal untuk memperlambat, tetapi untuk mempercepat EBT,” tandas Harris.(RA)