JAKARTA – PT PLN (Persero), badan usaha milik negara di sektor ketenagalistrikan,  akan meminta relaksasi pemberlakuan aturan tentang baku mutu emisi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Pemberlakuan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.15 Tahun 2019 tentang Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik Tenaga Termal dirasakan PLN akan menambah beban perusahaan.

Zulkifli Zaini, Direktur Utama PLN, menjelaskan PLN sudah menjalin komunikasi dengan pemerintah untuk bisa dilakukan masa transisi. Pasalnya untuk penuhi aturan tersebut dibutuhkan persiapan khususnya dari sisi pendanaan untuk pengadaan alat.

“Memperhatikan tantangan dan dampak dari pemasangan pengendali emisi PLTU existing, PLN telah menjalin koordinasi intens dengan KLHK sehingga dimungkinkan adanya masa transisi pemenuhan Permen LHK No. P.15 dalam rentang waktu 10 tahun,” kata Zulkifli di gedung DPR (25/8).

Menurut Zulkifli, beleid terbaru itu tidak hanya berdampak pada PLTU yang ada, tetapi juga PLTU yang sedang dalam tahap kontruksi dan PLTU yang telah ditandatangani kontrak jual beli.

Untuk memenuhi ketentuan aturan tersebut, maka beberapa PLTU milik PLN perlu dilengkapi dengan alat pengendali emisi untuk mengendalikan emisi sulfur dioksida dan nitrogen oksida yang akan akan menambah biaya pokok penyediaan (BPP) listrik.

“Pemasangan alat pengendali emisi akan berdampak pada peningkatan BPP sekitar Rp104 per kWh yang menyebabkan penambahan beban subsidi listrik sekitar Rp10,7 triliun per tahun,” ujar Zulkifli.

PLTU saat ini kata dia sebenarnya sudah beroperasi telah memenuhi standar mutu emisi yang sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 21 Tahun 2008.  Oleh karena itu, dia berharap agar penerapan Permen LHK No. P.15 Tahun 2019 tidak berlaku surut dan pembangkit yang sudah ada diperbolehkan memakai ketentuan Permen LH No. 21/2008.

“Peraturan ini sangat berdampak pada PLTU eksisting, saat dibangun dan selama beroperasi pembangkit tersebut sudah memenuhi standar baku mutu emisi Permen LH 21/2008.  selain itu peratauran ini berdampak pada pltu yang sedang dalam tahap pembangunan dan PLTU yang sudah penandatanganan PPA sebelum peraturan ini diundangkan,” jelas Zulkifli.

Sambil menunggu keputusan pemerintah tentang pengajuan relaksasi atau masa transisi PLN berkomitmen untuk memenuhi ketentuan permen tersebut antara lain, pengendalian kadar sulfur batu bara, pengalihan bahan bakar pembangkit termal, penggunaan teknologi rendah karbon, co-firing, pengembangan energi baru dan terbarukan, pemasangan pengendali emisi, dan pemasangan continous emission monitoring system pada semua PLTU kapasitas diatas 25 MW.

“Kami melakukan pengetatan baku mutu emsisi baik utk pembangkit eksisting atau baru yg akan dibangun. misalnya parameter C02 pada pembangkit eksisting mengalami pengetatan dari 750 mg/mm3 menjadi 550 mg/mm3,” kata Zulkifli. (RI)