JAKARTA – Harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tak kunjung turun mengikuti penurunan harga minyak dunia berpotensi melanggar peraturan yang ada saat ini.  Yusri Usman, Direktur Eksekutif Center of Energy Resources Indonesia, mengatakan seharusnya badan usaha merilis harga BBM terbaru sesuai perkembangan harga minyak dunia.

“Memungut keuntungan lebih dari 10% dari harga dasar BBM adalah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia,” kata Yusri kepada Dunia Energi, Selasa (21/4).

Pada Selasa (21/4), harga minyak mentah berjangka  West Texas Intermediate (WTI) acuan Amerika Serikat terjerembab hingga di bawah US$0 atau minus US$37,63 per barel. Harga acuan lainnya, minyak Brent tercatat US$25,57 per barel. Anjloknya harga minyak dunia tersebut disinyalir karena turunnya permintaan minyak sebagai akibat dampak pandemi virus Corona atau Covid-19.

Disisi lain, harga jual BBM PT Pertamina (Persero) maupun badan usaha penyalur lainnya, seperti Shell, Total, maupun PT AKR Corporindo Tbk (AKRA)  belum juga berubah sejak Februari 2020.

Menurut Yusri, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 yang dirubah menjadi Perpres 34 tahun 2018 dan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 39 tahun 2014 yang diubah oleh Permen ESDM Nomor 34 tahun 2018 serta Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 62 k/12 / MEM/ 2020 tgl 27 Febuari 2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis BBM Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar dijual di SPBU disebutkan bahwa margin badan usaha (Pertamina, Shell, Vivo, AKR, BP dan Petronas ) maksimal 10% dari harga dasar minyak.

“Tidak ada satu payung hukum yang bisa membenarkan Pertamina atau badan usaha lainnya boleh memungut di luar haknya dan menahannya serta membagikan dalam bentuk apapun atas kelebihan memungut dari rakyat,” tandas Yusri.(RA)