JAKARTA – Pemerintah memiliki target produksi minyak bumi nasional sebanyak 1 Juta barel per hari (bopd/barrel oil per day) pada tahun 2030. Untuk mendorong.terciptanya target tersebut, diperlukan dukungan dari semua pemangku kepentingan. Tantangan tersebut disebabkan karena konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) masyarakat terus meningkat, bahkan telah mencapai 1,430 juta bopd.

Sementara lifting migas kini rata-rata 630 ribu bopd bahkan terus turun hingga 590 ribu bopd. Sedangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 ditargetkan mencapai 660 ribu bopd.
Gairah dalam memproduksi minyak mentah tengah menggelora karena harga minyak bumi meningkat dan kini ada di kisaran US$80.00 – 90.00 per barrel setelah meningkat dalam beberapa tahun lalu sejak mencapai titik terendah pada tahun 2020. Harga Indonesian Crude Price (ICP) pada bulan April 2020 tercatat di level US$20.77 per barrel.

“Momentum kenaikan harga minyak bumi ini harus dimanfaatkan untuk melakukan upaya-upaya pengurasan cadangan yang lebih lanjut, yaitu enhanced oil recovery (EOR), disamping upaya eksplorasi untuk menemukan cadangan baru. Pengalaman keberhasilan Indonesia dalam program EOR yang dilakukan di Lapangan Duri Riau (Duri Steam Flood) dan Lapangan Tanjung (Water Flood), di era 1990-an belum berlanjut dengan lapangan-lapangan lainnya di negara kita,” kata Elan Biantoro, Sekjen Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional ( ASPERMIGAS), saat Luncheon Talk bertema ‘Masih Bisakah EOR Menjadi Andalan Peningkatan Produksi Migas Nasional’ di Jakarta, Kamis(16/11).

Hadir dalam acara tersebut Dijen Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, serta para pakar dan praktisi EOR seperti Arif Bagus Prasetyo (SKK Migas), Budi P Kantaatmadja (Petronas), dan Agus Masduki (Pertamina Hulu Rokan).

Elan menambahkan, dengan penerapan full scale Duri Steam Flood saat itu dapat mengangkat tingkat produksi minyak nasional secara signifikan menjadi 1,6 juta barel perhari.

Enchanced Oil Recovery (EOR) di Indonesia, mulai gencar dikembangkan kembali setelah keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Instansi Pemerintah yang terkait seperti Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) dan SKK Migas terus mengkampanyekannya melalui workshop dan seminar. Bahkan Ditjen Migas pun melakukan Festival EOR pada akhir tahun 2022. Namun, secara umum, hingga saat ini, perkembangan penerapan EOR di sumur-sumur tua terasa sangat lamban.

Elan mengungkapkan, meski Pemerintah telah mendorong untuk diterapkan dengan begitu masif dan berbagai teknologi EOR telah ditawarkan, pertumbuhan program penerapan EOR masih jauh dari harapan dan tampak terseok-seok. Banyak kendala yang timbul, baik dari sisi teknis, legal dan keuangan.

Kendala teknis, antara lain berupa pemilihan teknologi yan tepat untuk suatu sumur/lapangan dengan karakteristik reservoir dan geologi dari lapangan tersebut; infrastruktur yang tersedia; ketersediaan material sumber daya manusia. Sedangkan kendala legal / hukum dan regulasi yang muncul dan dihadapi adalah perizinan, organisasi khusus yang fokus menangani EOR di dalam instansi pemerintah terkait (Ditjen Migas, SKK Migas) dan KKKS, kurangnya Law Enforcement Pemerintah kepada KKKS, kepastian kontrak bagi Kontraktor Pemilik Teknologi.
Kendala di bidang fiskal dan keuangan, antara lain kebijakan Cost Recovery bagi EOR; insentif bagi KKKS, berupa Profit Split, Tax Holiday; term of Payment yang win-win antara KKKS dan kontraktor pemilik teknologi; pembiayaan bagi pengelola wilayah kerja maupun Kontraktor pemilik teknologi.
Sedangkan di sisi Logistik dan unsur penunjang, kendala dihadapi adalah pengadaan barang dan jasa; transportasi; tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN)

Aspermigas berkomitmen mendukung program Pemerintah dalam peningkatan produksi minyak dan gas bumi, salah satunya dengan mendorong dan menggalakkan program-program EOR yang selama belum memberikan kontribusi produksi signifikan seperti di era 90-an.

Tutuka Ariadji menyampaikan Kementerian ESDM telah menerbitkan berbagai kebijakan yang peluang investasi yang menarik bagi para investor khususnya hulu migas. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain dibukanya dua opsi jenis kontrak KKKS yaitu format gross split dan format cost recovery, pembagian profit split yang lebih menarik mulai dari 80:20 bahkan sampai ada yang 50:50 bergantung resiko dan kompleksitas wilayah kerja, simplifikasi format KKKS gross split yang hanya terdiri dari tiga parameter, kebijakan pengelolaan hulu migas konvensional dan non konvensional dalam satu kontrak KKKS, kebijakan perpajakan, serta juga dorongan untuk melakukan kegiatan EOR bagi para KKKS eksisting pada masa perpanjangan kontraknya.
Terkait kebijakan CCS/CCUS, Kementerian ESDM juga mengkolaborasikan dengan upaya EOR injeksi CO2, dan salah satu lapangan minyak yang bagus untuk penerapan EOR CO2 adalah Lapangan Sukowati di Bojonegroro Jawa Timur.

Arif Bagus Prasetyo menyampaikan butuh waktu 7-14 tahun dalam upaya kegiatan EOR mulai dari kajian/studi, pilot project hingga penerapan full
scale untuk peningkatan produksi dari usaha EOR. “Saat ini ada 20 lapangan migas top priority untuk kegiatan EOR dan semua upaya EOR masih dalam tahapan studi. Telah tersedia dana untuk EOR sebesar 442 juta dolar sebagai Komitmen Kerja Pasti dari para KKKS yang mendapat perpanjangan kontrak dari Pemerintah Indonesia,” ujarnya.

Budi P Kantaatmadja mengatakan implementasi EOR di Petronas Malaysia seperti yang dilakukan di Lapangan Dulang dan Tapis. Petronas memulai
kegiatan EOR sejak tahun 2000 dengan mengidentifikasi 1 milyar barel potensi EOR. Ada dua lapangan yang sudah menerapkan secara full field berupa gas injection dari total 11 kegiatan EOR dari berbagai tahapan. Tantangan yang dihadapi Malaysia adalah periode kontrak PSC yang akan berakhir, persepsi mahalnya biaya EOR, sampai kepada revisi prosedur dan guidelines EOR serta R&D teknologi.
“Petronas terus meng-encourage para operator di Malaysia untuk mengembangkan peluang-peluang EOR di lapangan-lapangan migas di Malaysia,” ujarnya .

Agus Masduki lebih menekankan pentingnya penentuan formula chemical untuk CEOR yang selama ini dinilai berbiaya sangat mahal. Namun jika kita sudah mendapatkan jenis chemical yang tepat, baru bisa dilakukan fabrikasi bahan kimia di dekat lapangan operasi EOR. Dalam hal ini penerapan ekosistim yang tepat terkait bahan kimia EOR bisa membuat biaya EOR menjadi lebih efisian, seperti yang dilakukan di Cina.

Doddy Abdasah yang juga hadir dalam luncheon talk ini, menyampaikan bahwa kontribusi hasil EOR di dunia adalah 5 juta BOPD dari produksi minyak
dunia yang sekitar 100 juta BOPD. Artinya kontribusi EOR hanya sebesar 5% dari total produksi minyak dunia. Bahwa sukses keberhasilan lapangan Duri melalui penerapan steam flood adalah karena memang Lapangan Duri dikatagorikan sebagai giant field. Menurutnya, justru Indonesia saat ini yang bisa memberikan tambahan produksi adalah, bagaimana mengaktifkan kembali idle wells yang jumlahnya ribuan.

Dengan teknologi yang lebih baik dan pengelolaan oleh perusahaan migas domestik dibawah naungan Aspermigas, sumur-sumur yang selama ini sudah ditutup bisa diaktifkan kembali. Diharapkan melalui berbagai kebijakan/regulasi Pemerintah dan masukan-masukan strategis dalam event Luncheon Talk ini semangat implementasi kegiatan EOR dan reaktivasi idle wells terus meningkat untuk mengejar target produksi 1 juta barel perhari di tahun 2030. Aspermigas bersama para anggotanya akan terus
mendukung program Pemerintah dalam kegiatan dan investasi minyak dan gas bumi.(RA)