JAKARTA – Pemerintah menegaskan komitmennya untuk mengurangi impor minyak dan produknya berupa BBM. Salah satu upaya adalah dengan memanfaatkan biofuel berbahan dasar dari Crude Palm Oil (CPO). Dengan meningkatnya penggunaan biofuel nanti maka kebutuhan CPO pun akan meningkat.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan kebutuhan biofuel juga akan semakin naik dari tahun ke tahun. Pemerintah memperkirakan peningkatan penggunaan biofuel bisa sampai satu juta barel per hari. Untuk itu diperlukan 15 juta hektare lahan CPO baru kedepan.

“Jika ingin menuju kemandirian energi, maka untuk biofuel untuk menjawab kebutuhan 1 juta barel per hari, maka bisa saja. Tapi butuh 15 juta hektare kebun CPO baru. Itu hasil dari kajian kita di ESDM,” kata Arifin, Selasa (24/11).

Dia mengatakan saat ini proyek B30 sudah berjalan lancar sehingga Kementerian akan langsung melangkah ke program campuran biofuel 40% atau B40 yang saat ini tengah menjalani proses uji teknis. Selain itu, jika D100 juga sudah compatible dilaksanakan maka kebutuhan biofuel kedepan akan semakin tinggi.

“Ada biofuel ini bisa mengganti ketergantungan atas gasoline,” kata Arifin.

PT Pertamina (Persero) mengklaim sudah sukses mengolah Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) 100% yang menghasilkan produk Green Diesel (D-100) mencapai 1.000 barel per hari di fasilitas Kilang Dumai. Pengolahan dan produksi ini dilakukan di fasilitas eksisiting yang ada di kilang.

RBDPO adalah minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) yang telah diproses lebih lanjut sehingga hilang getah, impurities dan baunya. Uji coba pengolahan produksi yang dilakukan pada 2 – 9 Juli 2020 tersebut merupakan ujicoba ketiga setelah sebelumnya melakukan uji coba mengolah RBDPO melalui co-processing hingga 7.5% dan 12,5%.

Selain di Kilang Dumai, Pertamina juga tengah kembangkan fasilitas pengolahan dan produksi BBN yang akan dibangun berupa unit green diesel dengan kapasitas produksi sebesar 20.000 barel per hari di kilang Plaju.(RI)