JAKARTA – Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) mendapat tugas khusus dari Presiden Joko Widodo untuk mengawal pelaksanaan program campuran biodiesel 30% dengan solar atau B30.

Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, mengatakan Ahok merupakan sosok yang cocok untuk memastikan program pemerintah di Pertamina berjalan dengan lancar. Apalagi dengan adanya oknum yang menjadikan Pertamina sebagai sumber masalah.

“Pak Ahok itu akan sangat bagus mengawasi Pertamina, kenapa? Karena sumber kekacauan paling banyak di sana,  biar saja di situ,” kata Luhut di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jakarta, Selasa (10/12).

Menurut Luhut, program B20 yang awalnya tidak berjalan dengan baik sejak digulirkan pada 2016, justru baru optimal pada September 2018. Padahal mandatori B20 sudah coba diterapkan saat Luhut menjabat sebagai pelaksana tugas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Itu kan sudah pernah saya tanda tangan tahun 2016, B20 waktu jadi Plt, dilaksanakan enggak? Kan enggak,” ujarnya.

Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 12/2015, pada 2020 akan diimplementasikan B30 untuk seluruh sektor. Hal tersebut mengacu pada evaluasi hasil Road Test B30. Dari situ penerapan B30 diperkirakan akan meningkatkan kebutuhan crude palm oil (CPO) kurang lebih 3 juta kilo/tahun lalu dari situ lanjut penerapan B50, kesiapan feedstock, infrastruktur dan fasilitas pendukung lainnya.

Andriah Feby Misna, Direktur Bioenergi Kementerian ESDM, menjelaskan setelah implementasi B30 lalu ke B50. Pemerintah mulai mengembangkan Green Fuel berbasis CPO pada 2019 melalui kilang milik Pertamina baik secara coprocessing maupun stand alone Refiniring Unit.

“Diperkirakan pada 2023 kebutuhan CPO untuk Green Fuel akan mencapai 4,9 juta KL/tahun,” kata Feby

Adapun untuk meningkatkan penyerapan sawit rakyat sekaligus meningkatkan bauran Energi Baru Terbarukan (EBT), pemerintah bersama dengan pihak terkait mendorong
pengembangan pembangkit listrik CPO yang difokuskan pada perkebunan milik rakyat.

Berdasarkan pemantauan dari Kementerian ESDM, pemakaian bahan bakar nabati diharapkan mampu menurunkan kadar Gas Rumah Kaca (GRK) sesuai dengan Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit (RAN-PKS).

Pemakaian B30 sejak tahun 2018 sebanyak 3,75 juta Kilolter (KL) bisa membawa dampak penurunan emisi hingga 5 juta ton CO2 atau setara 20 ribu bus kecil. Adapun dengan menggunakan B30 pada 2019 sebanyak 6,2 juta KL akan bisa menurunkan emisi sebanyak 9,1 juta ton CO2 atau setara 35.908 bus kecil. Sedangkan, pemanfaatan B30 sebanyak 9,6 juta KL bisa menekan emisi gas buang sekitar 14,25 juta ton CO2 atau setara 52 ribu bus kecil.(RI)