HMI dan Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar saat unjuk rasa menggugat PLN.

HMI dan Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar saat unjuk rasa menggugat PLN.

PADANG – Pemadaman listrik di wilayah Sumatera Barat (Sumbar) dan sekitarnya yang terjadi hingga enam jam setiap hari, dinilai telah sangat merugikan masyarakat selaku konsumen. Kondisi ini mendorong kalangan pemuda yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Koalisi Masyarakat Sipil di provinsi itu menggelar unjuk rasa pada Kamis, 5 September 2013.

Selain mendatangani kantor PT PLN (Persero) di Padang, Ibukota Sumbar, massa HMI dan Koalisi Masyarakat Sipil juga berunjuk rasa di depan kantor Gubernur Sumbar. Mereka mendesak pemerintah mengaudit pengelolaan ketenagalistrikan oleh PLN, yang dinilai telah lalai melaksanakan kewajibannya sebagai BUMN tunggal penyedia listrik nasional, dalam memenuhi kebutuhan konsumen secara baik.

Mereka juga menggugat PLN, untuk memberikan kompensasi atau ganti kerugian kepada masyarakat sebagai konsumen, menyusul kerusakan dan terhambatnya aktivitas ekonomi, akibat intensitas pemadaman listrik yang teramat sering di Sumbar, terutama di Kota Padang.

“Gugatan kami ini, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrikan,” ujar Ketua Umum Badan Koordinasi (Badko) HMI Sumbar, Reno Vernandez di sela-sela aksi unjuk rasa.

Gugatan yang bertajuk “Somasi Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat” itu, diterima oleh General Manager Kantor Pusat PLN Wilayah Sumatera Barat. “HMI juga mendesak agar pemerintah mengkaji ulang kebijakan interkoneksi dengan memprioritaskan kebutuhan listrik daerah penghasil,” tambahnya.

Seperti diketahui, Sumbar adalah salah satu wilayah penghasil listrik untuk jaringan interkoneksi Sumatera. Selain Pembangkit Listrik Tenaga Uap/batubara (PLTU) Teluk Sirih, di Sumbar juga berdiri Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Danau Maninjau dan PLTA Danau Singkarak. Listrik dari Sumbar ini, dialirkan hingga ke Jambi dan Riau.  

Namun belakangan, dengan alasan adanya kerusakan di PLTU Teluk Sirih dan PLTA Danau Maninjau, juga pendangkalan Danau Singkarak, PLN kerap melakukan pemadaman listrik di Sumbar. “Intensitas pemadaman listrik di Sumbar sangat tinggi, bisa 2 kali dalam sehari dan satu kali pemadaman selama 3 jam. Jadi rata-rata sehari PLN telah memadamkan listrik selama 6 jam,” tandas Reno.

Ia pun menerangkan, pemadalam listrik dilakukan tidak saja pada satu bulan terakhir, tetapi sudah masuk pada bulan ke 4 di 2013. “PLN tidak pernah dapat memberikan kepastian kapan pemadaman akan berakhir. Hal ini mengindikasikan keenganan PLN untuk memberikan kepastian informasi kepada masyarakat sebagai pelanggan,” tandasnya lagi.

Maka dari itu, lanjutnya, PLN harus segera menghentikan pemadaman bergilir di Sumbar, karena publik sebagai konsumen berhak mendapatkan tenaga listrik terus menerus dengan kualitas yang baik. Terlebih sejak awal 2013 lalu, PLN telah menaikkan tarif listrik untuk pelanggan 1.300 VA keatas.

Kejadian Terus Berulang   

Tuntutan senada diungkapkan Pejabat (Pj) Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Padang, Roni Saputra. Sesuai dengan fakta di lapangan, ujarnya, tingginya intensitas pemadaman listrik di Sumbar, menunjukkan PLN selaku penyedia dan produsen listrik telah melakukan pelanggaran terhadap UU 8/1999 dan UU 30/2009.

“Kerusakan alat dan tidak siapnya PLTU Teluk Sirih untuk beroperasi, sepenuhnya merupakan tanggungjawab PLN. Mestinya tidak dibebankan kepada konsumen,” ujarnya saat ikut turun ke jalan bersama HMI dan Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar.

 Seharusnya, kata Roni, PLN sebagai pemegang otoritas atas pengelolaan sumber listrik, telah memiliki alternatif lain untuk mengantisipasi kerusakan dan belum siapnya salah satu pembangkit. Mengingat, kerusakan alat bukanlah kejadian yang pertama kali dialami oleh PLN, melainkan kejadian yang selalu berulang.

Akibat dari pemadaman listrik yang dilakukan oleh PLN, terangnya, masyarakat selaku konsumen telah mengalami kerugian yang cukup besar, baik dalam bentuk kerusakan alat-alat elektronik, tidak berjalannya usaha-usaha perekonomian, dan terganggunya aktivitas sebagian besar masyarakat.

“Atas dasar itulah kami mengajukan somasi kepada PLN, untuk menghentikan pemadaman listrik di Sumbar. Jika dalam tujuh hari sejak diterimanya surat somasi ini tidak ditindaklanjuti, maka kami akan menempuh upaya hukum yang diatur oleh Undang- Undang,” tegas Roni.

(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)