PEKANBARU – Manajemen PT Pertamina (Persero) mengklaim kinerja keuangan 2018 masih positif dengan masih mencetak keuntungan atau laba. Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, mengatakan pendapatan Pertamina naik dari US$42,5 miliar pada 2017 menjadi US$ 56 miliar pada tahun lalu.

“Laba tahun 2018 diatas US$2 miliar. Kalau ada yang mengatakan Pertamina rugi, itu bohong besar. Jadi dari sisi pendapatan, aset, semua meningkat,” kata Nicke disela BUMN Goes to Campus di Universitas Riau, Pekanbaru, Riau, Selasa (19/3).

Realisasi pendapatan Pertamina pada tahun lalu tercatat tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Sayang, peningkatan laba tersebut tidak diikuti dengan peningkatan laba bersih. Laba bersih tahun lalu merupakan yang terendah sejak 2016. Pada 2016, Pertamina meraih pendapatan US$39,81 miliar dan laba bersih US$ 3,15 miliar. Setahun kemudian, pendapatan naik menjadi US$46 miliar, namun laba bersih turun menjadi US$2,41 miliar.

Pada 2019, Pertamina mematok pendapatan sebesar US$58,85 miliar.

Fajar Harry Sampurno, Deputi Bidang Pertambangan Industri Strategis dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mengatakan penurunan laba bersih Pertamina pada 2018 disebabkan dua faktor. Pertama, kondisi harga minyak dunia yang lebih rendah dibanding 2017.

“Gampang sekali melihat Pertamina. Kalau harga minyak naik, lihat deh gede (laba)-nya,” kata Fajar.

Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi kinerja keuangan Pertamina adalah beban yang timbul dari kebijakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium yang tidak berubah.

Revenue naik, berarti volume naik. Tapi jadi beban dia, kan tidak boleh menaikkan harga BBM. Kalau yang Pertamax Series, Pertamina Dex itu kan ikut (naik), tapi Premium, Pertalite kan enggak. Pertalite naik sedikit,” ungkap Fajar.

Mamit Setiawan, Direktur Eksekutif Energy Watch, mengatakan tekanan terbesar bagi keuangan Pertamina berasal dari sektor hilir, yakni berbagai penugasan dari pemerintah.

“Pertamina dibebani sebagai fungsi PSO (Public Service Obligation), sehingga keuangan mereka terganggu. Subsidi LPG 3 kg, BBM Satu Harga, Premium, jelas ini sangat mempengaruhi keuangan mereka,”tandas Mamit.(RI)