JAKARTA – Kooordinasi dan supervisi (korsup) sektor pertambangan mineral dan batubara (minerba) dinilai berpotensi hanya akan menjadi “alat legalisasi” kejahatan pertambangan. Untuk itu, upaya untuk menindaklanjuti seluruh temuan dan rekomendasi dalam korsup minerba harus dijalankan dengan segera untuk seluruh aspek.

“Jangan hanya berhenti pada tahap membuka ‘kotak andora’ sengkarut tambang di Indonesia,” kata Aryanto Nugroho, Manager Advokasi PWYP Indonesia, di Jakarta.

Korsup minerba dalam bingkai Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam (GN-PSDA) diinisasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama dengan 34 kementerian dan lembaga, gubernur dan bupati serta walikota. Korsup Minerba dideklarasikan pada 6 Juni 2014, yang pelaksanaannya telah digelar sepanjang tahun 2014-2016 di 31 provinsi di seluruh Indonesia, dengan menitikberatkan pada lima permasalahan utama, yaitu penataan Izin Usaha Pertambangan (IUP), pelaksanaan kewajiban keuangan, pengawasan produksi pertambangan, pengawasan penjualan dan pengapalan hasil tambang, pengolahan dan pemurnian hasil tambang.

Sejumlah capaian telah dihasilkan dari pelaksanaan Korsup Minerba selama ini, di antaranya, peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pada sektor minerba di 2014 sebesar kurang lebih Rp 10 triliun, pencabutan/pengakhiran sekitar 1.500-an IUP di 31 provinsi, serta 9 perusahaan Kontrak Karya (KK) dan 22 perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) telah menandatangani naskah amandemen renegosiasi.

“Namun, pelaksanaan korsup minerba masih menyisakan berbagai persoalan yang menuntut segera tindak lanjutnya,” kata Aryanto.

Persoalan tersebut di antaranya, penyelesaian 325 IUP seluas 793.523,07 hektar yang masuk hutan konservasi dan 1.349 IUP seluas 3.711.881,07 hektar yang masuk hutan lindung; penyelesaian piutang PNBP sebesar Rp 6,652 triliun dimana Rp 258,8 miliar dari KK, Rp 2,372 triliun dari PKP2B dan Rp 4,021 triliun dari IUP; sejumlah perusahaan KK & PKP2B serta ribuan IUP yang terindikasi belum/tidak membayar jaminan reklamasi dan pasca tambang.

Selain itu, pasca batas waktu evaluasi IUP oleh Pemerintah Provinsi, berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 43 Tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan IUP Minerba, yang berakhir pada 2 Januari 2017 kemarin, masih terdapat 3,203 IUP berstatus Non Clean and Clear (CnC) dari total 9.443 IUP serta 5.800 IUP telah berakhir masa berlakunya.

“Berdasarkan beleid tersebut, Menteri ESDM dan gubernur wajib melakukan pengakhiran/pencabutan terhadap IUP Non CnC maupun IUP yang berakhir masa berlakunya. Akan tetapi, sampai hari ini tidak ada perkembangan yang signifikan,” tandas Aryanto.(RA)