JAKARTA – Komisi VII DPR RI sepakat untuk mengusulkan peningkatan kuota BBM solar bersubsidi serta minyak tanah pada tahun ini. Tambahan kuota akan segera disampaikan kepada pemerintah untuk bisa segera dieksekusi guna menghindari kelangkaan yang berpotensi terjadi jika tidak ada tambahan kuota.

Eddy Soeparno, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, mengungkapkan kondisi yang ada saat ini kemungkinan besar kuota tidak akan mencukupi. Untuk memastikan pasokan aman maka Komisi VII menerima usulan PT Pertamina (Persero) untuk menambah kuota BBM bersubsidi khususnya solar untuk diteruskan ke pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Komisi VII mengusulkan penambahan kuota solar menjadi 2 juta Kiloliter (KL) menjadi 17 juta KL dari kuota yang sudah ditetapkan 15 juta KL. Sementara untuk minyak tanah kuotanya ditambah 100 ribu KL menjadi 600 ribu KL.

“Berdasarkan kondisi real di lapangan atas paparan Dirjen Migas Kementerian ESDM RI, Kepala BPH Migas, dan PT Pertamina dan selanjutnya akan diagendakan pembahasan dengan Menteri ESDM,” kata Eddy disela rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (29/3).

Tambahan kuota BBM subsidi tentu sama saja dengan meminta tambahan alokasi dana subsidi yang harus disiapkan.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina sebelumnya menjelaskan total konsumsi solar subsidi per Februari sudah jebol 10% dari kuota yang ditetapkan. Di sisi lain konsumsi masyarakat terus meningkat tapi kuota yang dialokasikan tahun ini justru lebih rendah ketimbang tahun lalu.

“Kondisinya saat ini semua aktifitas usaha sudah berjalan semua dan industri sudah naik seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang naik 5%,” ujar Nicke dalam RDP bersama Komisi VI DPR RI, Senin (28/3).

Kuota solar subsidi yang dipatok pemerintah tahun ini mencapai 14,9 juta KL atau turun 5% dari jatah solar subsidi di 2021. Pertamina memprediksi hingga akhir tahun nanti konsumsi bisa mencapai 16 juta KL.

“Jadi, kalau kita lihat targetnya 14,9 juta KL. Tapi kita prediksi akan naik sampai 16 juta KL. Sampai akhir tahun ada kenaikan 14%. Tapi supplynya turun 5%. Jadi kita lihat apakah bisa untuk ada tambahan kuota,” ujar Nicke.

Dia juga menegaskan selain kuota yang lebih sedikit dari tahun lalu padahal konsumsi masyarakat mulai meningkat. Kelangkaan solar subsidi juga diakibatkan oleh disparitas harga yang cukup jauh antara BBM subsidi dengan nonsubsidi yang sudah sesuai dengan keekonomian. Perbedaan jauh ini mengakibatkan masyarakat beralih dalam menggunakan BBM.

“Porsi solar subsidi, mencapai 93%. Jadi yang non subsidi hanya 7%. Apakah ini bisa menunjang sektor logistik dan industri dan ini kelihatannya, penjualan solar non subsidi truun, solar subsidi naik, padahal industri secara operasional naik,” ujar Nicke.

Menurut Nicke ada oknum industri dari sektor tambang dan perkebunan sawit yang sebenarnya tidak boleh memakai solar subsidi namun memakai solar subsidi.

“Antrian ini banyak yang dari industri sawit dan tambang. Kita duga banyak yang pakai solar subsidi,” ujar Nicke. (RI)