TOKYO– Peningkatan ketegangan di Timur Tengah yang ditandai penghancuran pesawat tak berawak Iran di Selat Hormuz oleh Angkatan Laut Amerika Serikat mendorong kenaikan harga minyak mentah lebih dari 1% di pasar Asia pada Jumat (19/7).

Harga minyak mentah berjangka Brent naik US$82 sen atau 1,3% menjadi diperdagangkan di US$ 62,75 per barel pada pukul 01.00 GMT (08.00 WIB). Patokan global Brent ditutup turun 2,7% pada perdagangan Kamis (18/7), jatuh untuk hari keempat berturut-turut.
Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) menguat US$61 sen atau 1,1%, menjadi diperdagangkan di US$55,91 per barel. Patokan AS WTI jatuh 2,6% di sesi sebelumnya.

AS menyatakan pada Kamis (18/7) bahwa sebuah kapal Angkatan Laut AS telah “menghancurkan” sebuah pesawat tak berawak Iran di Selat Hormuz setelah pesawat mengancam kapal itu. Namun, Iran menyatakan tidak memiliki informasi tentang kehilangan sebuah pesawat tak berawak.
Langkah itu dilakukan setelah Inggris berjanji untuk mempertahankan kepentingan pengirimannya di kawasan tersebut. Sementara kepala Komando Sentral AS Kenneth McKenzie mengatakan Amerika Serikat akan bekerja “secara agresif” untuk memungkinkan perjalanan bebas setelah serangan baru-baru ini terhadap tanker minyak di Teluk.

Namun, prospek jangka panjang untuk minyak telah tumbuh semakin bearish.

Fatih Birol, Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional (IEA), memproyekikan pengurangan perkiraan permintaan minyak 2019 karena perlambatan ekonomi global di tengah perang perdagangan AS dan China.

Menurut Birol, IEA tengah merevisi perkiraan pertumbuhan permintaan minyak global 2019 menjadi 1,1 juta barel per hari (bph) dan dapat memangkasnya lagi jika ekonomi global dan terutama China menunjukkan pelemahan lebih lanjut.

“China mengalami pertumbuhan ekonomi paling lambat dalam tiga dekade terakhir, begitu juga beberapa negara maju … jika ekonomi global berkinerja lebih buruk daripada yang kita perkirakan, maka kita bahkan dapat melihat angka kita sekali lagi turun dalam beberapa bulan ke depan,” kata Birol kepada Reuters dalam sebuah wawancara.

Tahun lalu, IEA memperkirakan bahwa permintaan minyak 2019 akan tumbuh 1,5 juta barel per hari, tetapi telah memangkas perkiraan pertumbuhannya menjadi 1,2 juta barel per hari pada Juni tahun ini.

Produksi minyak dan gas lepas pantai AS terus kembali ke layanan sejak Badai Barry melewati Teluk Meksiko pekan lalu, yang memicu evakuasi anjungan dan pengurangan produksi. (RA)