JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menegaskan Shell Indonesia, anak usaha dari Royak Duthc Shell telah menyatakan komitmennya untuk bertahan di proyek Masela. Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas, mengatakan telah menerima pernyataan dari manajemen Shell Indonesia yang membantah penjualan hak partisipasi (Participating Interest/PI) proyek Masela yang dimiliki Shell sebesar 35%.

“Hari ini ada bantahan dari Shell Indonesia. Secara informally Shell Indonesia menyatakan tidak ada rencana penjualan,” kata Dwi ditemui di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jakarta, Senin (6/5).

Shell sebelumnya menyatakan akan menjual hak partisipasi Masela lantaran perusahaan sedang mengumpulkan dana untuk menuntaskan akuisisi terhadap BG Group, perusahaan holding migas asal Inggris senilai US$54 miliar. Adapun nilai saham Shell di Masela mencapai US$1 miliar. Alasan kedua, dikarenakan perkembangan kondisi iklim investasi di kawasan Asia Tenggara, khususnya di sektor energi yang dinilai kurang atraktif.

Menurut Dwi, apabila Shell akan meninggalkan proyek Masela tidak akan menganggu kelangsungan proyek. Pasalnya, karena yang menjadi operator adalah Inpex Corporation. “Tidak ada masalah, di sana lead-nya Inpex,” tukasnya.

Rhea Sianipar, Vice President External Relation Shell Indonesia mengatakan Shell tidak akan berkomentar lebih jauh terkait informasi yang masih berupa rumor ataupun spekulasi pasar. Shell bersama Inpex masih fokus dalam kelanjutan pengembangan blok Masela. “Saat ini kami sepenuhnya fokus dan terus bekerja sama dengan Inpex sebagai operator dalam mengusulkan rencana pengembangan (Plan of Development/PoD) proyek abadi LNG yang layak investasi,” ujarnya.

Proyek lapangan gas Masela merupakan salah satu proyek terbesar di Indonesia dengan potensi cadangan gas terbesar yang pernah ditemukan mencapai lebih dari 10 triliun cubic feet (TCF).

Pemerintah akhirnya memberikan persetujuan kepada Inpex untuk melakukan kajian pembangunan fasilitas dengan kapasitas 9,5 MTPA LNG dan 150 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) gas pipa. Padahal sebelumnya pemerintah bersikeras agar LNG yang diproduksikan sebesar 7,5 MTPA dan gas pipa sebesar 474 MMSCFD. Namun sampai sekarang, revisi PoD belum juga disetujui pemerintah lantaran biaya pengembangan yang dianggap masih terlalu tinggi.(RI)