JAKARTA– PT Vale Indonesia Tbk (INCO), emiten pertambangan nikel, mencatatkan kinerja finansial positif sepanjang 2018. Hal itu dibuktikan dari raihan laba bersih yang melonjak dari rugi bersih ada 2017. Peningkaan kinerja finansial itu ditopang kenaikan harga dan juga pendapatan usaha.

Selam 2018, Vale mencatatkan pendapatan sebesar US$ 776,9 juta (audited), naik 23% dibandingkan pendapatan 2017 sebesar US$ 629,33 juta ditopang kenaikan harga jual nikel. Harga realisasi rata-rata pengiriman nikel dalam matte di tahun 2018 sebesar US$10.272 per ton, naik dari harga 2017 sebesar US$8.106 per ton.

Padahal pada 2018, Vale memproduksi 74.806 metrik ton nikel dalam matte, turun hampir 3% dari produksi tahun lalu sebesar 76.807 metrik ton. Nico Kanter, CEO dan Presiden Direktur Vale Indonesia, mengatakan penurunan ini terutama didorong oleh kandungan rata-rata nikel yang lebih rendah pada 2018 dan dampak dari kegiatan pemeliharaan yang tidak terencana pada kuartal III 2018.

Di sisi lain, beban pokok pendapatan Perseroan di tahun 2018 meningkat sebesar US$$50,1 juta atau 8% dari US$$622,8 juta di 2017 menjadi US$$672,9 juta. Hal ini terutama disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar dan batubara.

Sepanjang 2018, Vale membukukan laba bersih sebelum pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA) sebesar US$ 235,7 juta, terutama didorong oleh peningkatan harga realisasi dan kemampuan untuk menerapkan manajemen biaya yang hati-hati. Harga realisasi rata-rata pada 2018 lebih tinggi 27% dibandingkan harga 2017. Hal ini menyebabkan laba komprehensif periode berjalan melonjak signifikan menjadi US$ 64,36 juta dari tadinya rugi bersih US$ 15,2 juta.

“Kenaikan harga tentunya membawa dampak positif terhadap kinerja keuangan kami,” ujar Nico Kanter dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia, Jumat (1/2).

Nico mengatakan pihaknya mengelola biaya secara hati-hati. Pada awal 2018, Vale meluncurkan program tantangan US$$50 juta target pengurangan biaya dalam tiga tahun. Sejak saat itu, Vale  telah melakukan serangkaian inisiatif untuk menghilangkan pemborosan operasional dan untuk meningkatkan efisiensi. “Upaya itu telah berhasil menyumbang US$$10,8 juta dari target US$$50 juta pada 2018,” katanya.

Nico menjelaskan, pada akhir 2018 Vale menerima izin eksplorasi untuk Blok Sorowako, Bahadopi, dan Pomalaa. Vale juga menerima izin eksploitasi untuk Blok Sorowako, yang mengharuskan perusahaan  untuk membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kehutanan. PNBP berlaku mundur
sejak 2008, yang merupakan tahun penerbitan Peraturan Pemerintah No. 2/2008.

“Tanpa menyertakan pajak PNBP retroaktif satu kali, beban pokok pendapatan per metrik ton pada kuartal IV 2018 akan turun sebesar US$$149 jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penerbitan izin kehutanan yang telah lama dinanti ini memberikan kepastian hukum dan mengurangi risiko bisnis
kami,” katanya. (RA)