JAKARTA – Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) siap menjalankan kewajiban pemenuhan batu bara untuk kebutuhan domestik (Domestic Market Obligation/DMO) yang telah ditetapkan pemerintah 25% dari produksi pada tahun ini. Selain itu, APBI juga mengusulkan pengenaan sanksi bagi perusahaan batu bara yang tidak memenuhi DMO.

Pandu Sjahrir, Ketua Umum APBI, mengatakan dibanding transfer kuota yang sudah diatur pemerintah, lebih baik perusahaan membayarkan royalti langsung ke pemerintah jika DMO belum terpenuhi. Besaran royalti disesuikan dengan sisa volume yang belum tersalurkan.

“Iya, bayar langsung. Inginnya kami bayar langsung US$2, US$3 per ton atau berapa lah angkanya langsung masuk ke kas negara,” kata Pandu di Jakarta, Kamis malam (17/5)

Pandu mengatakan seluruh stakeholder sebenarnya telah menyetujui usulan dari APBI hanya saja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang masih belum memberikan lampu hijau. “Itu sebenarnya semua sudah setuju, tapi yang belum pas itu dari sisi Kementerian ESDM. Kementerian Keuangan sangat setuju,”
tukasnya.

Kebijakan transfer kuota antar perusahaan agar pemenuhan kebutuhan batu bara nasional bisa tercapai. Bagi perusahaan yang tidak dapat melaksanakan kewajiban pemenuhan persentase minimal penjualan batu bara untuk kepentingan dalam negeri dapat melakukan mekanisme pengalihan kuota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No 78K/30/MEM/2019.

Serapan batu bara domestik sendiri sebenarnya selalu dibawah target yang sudah dipatok. Konsumen utama batu bara dalam negeri adalah PT PLN (Persero) yang harus memenuhi kebutuhan untuk pembangkit listriknya.

Pada 2018, serapan batu bara PLN mencapai 96 juta ton, melampaui target sebesar 92 juta ton. Namun serapan PLN tersebut tidak mampu mendorong serapan DMO secara keseluruhan yang dipatok 121 juta ton sementara realisasinya hanya 115,29 juta ton.(RI)