JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan ada pihak ketiga yang telah mengajukan kerja sama kepada PT Freeport Indonesia untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter.

Arifin Tasrif, Menteri ESDM, mengatakan  calon mitra tersebut bahkan menjanjikan bisa menyelesaikan smelter sesuai dengan kesepakatan antara Freeport dan pemerintah,  yakni harus selesai pada 2023.

“Persyaratan kalau term and condition bisa disepakati akhir Maret, maka pihak partner baru komitmen selesaikan smelter pada 2023. Tentu saja saat ini masih tahap negosiasi,” kata Arifin disela rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Senin (22/3).

Calon investor yang tertarik untuk menggarap proyek smelter bersama Freeport Indonesia adalah Tsingshan, perusahaan baja asal China. Namun jika jadi berkolaborasi, nantinya lokasi smelter akan pindah dari saat ini yang direncanakan di Gresik menjadi di Halmahera.

Arifin menegaskan bahwa keputusan jadi tidaknya kedua perusahaan bermitra akan didapatkan pada akhir bulan Maret ini. Dia menegaskan sampai tidak ada keputusan akhir maka pemerintah tetap berpegang pada kesepakatan awal yakni pembangunan smelter Freeport di Jawa Timur.

Freeport sebenarnya sudah mengajukan  keterlambatan penyelesaian smelter, sehingga baru bisa selesai pada 2024, mundur dari kesepakatannya pada 2023.

“Sementara juga opsi untuk bangun di Jatim tetap kami pegang dengan komitmen sesuai izin pertambangan IUPK maka freeport harus menyelesaikan smelter pada 2023.  Jadi statusnya masih sampai saat ini masih demikian,” ungkap Arifin.

Keterlibatan mitra dalam pembangunan smelter adalah babak baru dalam drama Freeport yang tidak berkesudahan. Manajemen Frerport sudah kerap kali menyatakan bahwa proyek smelter Freeport adalah proyek rugi padahal membangun smelter sudah disepakati Freeport sebagai salah satu syarat mendapatkan perpanjangan kontrak hingga 2041 di tambang Grasberg, Papua.

Tony Wenas, Direktur Utama Freeport Indonesia, mengatakan pembicaraan awal dengan Tsingshan sudah dilakukan untuk mengatahui metode kerja sama hingga jangka waktu pembangunan smelter.

“Benar kami di-approach Tsingshan yang mau bangun smelter tembaga di Halmahera, masih tahap pembicaraan. Kami mau tahu metodenya seperti apa, kapastias, jadwal pembangunan. Masih pembicaraan, belum ada kesepakatan,” kata Tony.

Menurut Tony, jika dari hasil pembahasan kerja sama nanti menguntungkan Freeport Indonesia dibanding membangun smelter sendiri maka manajemen dengan senang hati menjalin kerja sama. Bahkan memindahkan lokasi pembangunan smelter dari Gresik ke Halmahera. Hanya saja Tony menegaskan keputusan akhir tetap berada di tangan pemerintah.

“Kalau secara ekonomis dan teknis lebih memungkinkan, kami prefer itu (kerja sama dengan Tsingshan). Kami mau explore, tapi apapun yang dilakukan akan minta arahan pemerintah. Kalaupun dari Tsingshan sudah ekonomis dan technically memungkinkan, tentu kami minta arahan pemerintah,” ungkap  Tony.(RI)