Blok Southeast Sumatra merupakan salah satu blok terminasi yang saat ini menggunakan kontrak gross split.

JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih membahas perubahan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bagi kontraktor yang menggunakan skema (production sharing contract/PSC) gross split. Hal ini merupakan upaya untuk memperbaiki skema kontrak tersebut dan makin diminati kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).

“Tidak ada review di gross split, mungkin PBB dari Kemenkeu sedang kami negosiasikan agar lebih baik,” ujar Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM di Jakarta, belum lama ini.

Arcandra memastikan apabila negosiasi selesai dan direstui Kemenkeu, maka perlakukan pajak pada skema gross split akan menjadi lebih baik bagi kontraktor yang mengelola blok yang sudah berproduksi. “Untuk lebih ringan (PBB). Ini pembahasan ESDM sama Kemenkeu. Perbaikan ini untuk yang blok eksploitasi,” katanya.

Skema gross split sebelumnya pernah direvisi saat belum genap setahun diimplementasikan. Saat itu aturan yang mengalami perubahan dan paling disorot adalah deskresi menteri untuk memberikan tambahan persentase split yang menjadi tidak dibatasi. Padahal tadinya ada batasan deskresi menteri maksimal sebesar 5%.

Hingga saat ini sudah ada total 37 blok minyak dan gas yang menggunakan skema gross split. Dari 37 blok, 14 blok diantaranya adalah yang hasil lelang 2017 sebanyak lima blok. Serta hasil lelang 2018 sebanyak sembilan blok migas.

Selain itu, ada 21 blok terminasi yang menggunakan skema gross split. Pertamina menjadi kontraktor terbanyak yang menggunakan skema gross split di blok terminasi atau habis kontrak yang dikelolanya. Serta dua blok migas yang kontraknya diamendemen, berubah dari cost recovery menjadi gross split, yakni Blok East Sepinggan dan Duyung.(RI)