JAKARTA – Sudah hampir setahun ini tujuh sektor industri mendapatkan harga gas khusus dari pemerintah maksimal US$6 per MMBTU. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pun mengklaim adanya perkembangan positif yang terjadi terhadap para industri yang mendapatkan harga gas khusus tersebut.

Fridy Juwono, Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin, menyatakan dalam pelaksanaannya pemberlakuan harga gas khusus memang belum efektif semua saat ini.  Pada Juni – Juli itu 2020 baru dilakukan bertahap untuk kawasan industri di Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel). Sementara  untuk keseluruhan baru terealisasi pada Agustus 2020 dengan harga US$6 per MMBTU.

Keputusan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan harga gas khusus untuk tujuh sektor ini menyasar ke 177 industri dengan volume maksimal gasnya mencapai 1.200 BBTUD sangat membantu industri. Sehingga bisa dilihat beberapa dampak positif yang dirasakan langsung.

Fridy mengungkapkan saat ini industri kaca terdapat utilistas, lalu industri keramik pulih cepat dari 30% dari kuartal II 2020, serta di akhir tahun sudah 76 persen pertumbuhannya.

“Kemudian, yang penting adalah dalam kondisi pandemi ini, pemerintah minta ke industri nggak terjadi PHK. Alhamdulillah yang PHK itu yang sudah pensiun secara alami,” kata Fridy dalam diskusi virtual Indonesia Gas Society (IGS), Kamis (24/6).

Selain itu, harga gas juga berdampak pada kepercayaan diri investor untuk berinvestasi. “Terdapat 29 industri yang berencana tambah investasi dari 177 industri yang dapat harga gas bumi tertentu itu. Nilainya kurang lebih Rp191 triliun. Ini yang kami apresiasi, artinya selain tingkatkan utilitas, industri juga berencana meningkatkan investasi dari harga gas ini,” kata Fridy.

Kemudian dengan adanya pemberlakuan harga gas ini, beberapa pabrik pupuk telah kurangi Harga Pokok Penjualan (HPP) pupuk. “Sehingga kurangi subsidi pupuk yang dikeluarkan negara,” tegas Fridy.(RI)