JAKARTA – Deretan insentif bagi industri migas disapkan pemerintah untuk menggenjot investasi yang ujungnya bisa meningkatkan produksi hingga bisa mencapai target satu juta barel per hari (bph.

Sri Mulyani, Menteri Keuangan, engakui industri migas tanah air sudah melalui masa-masa sulit dalam 15 tahun ke belakang. Ini diperparah dengan kondisi pandemi Covid-19 yang membuat terpangkasnya permintaan energi ditambah anjloknya harga minyak mentah

Apalagi industri migas nasional dalam situasi sulit untuk menggenjot produksi minyak lantaran masih bertumpu pada lapangan migas tua.

Eksplorasi untuk menemukan sumber migas baru, kata Sri Mulyani, diperlukan untuk mendongkrak produksi migas nasional. Menurutnya pemerintah sudah berkomitmen untuk bisa membantu industri migas kembali ke jalur yang tepat.

“Dari sisi fiskal, kami memberikan dukungan kepada pelaku industri untuk dapat menggali sekaligus mewujudkan potensi lifting dan produksi migas di Indonesia. Kami menggunakan berbagai instrumen fiskal untuk mendukung seluruh siklus bisnis industri hulu migas, mulai dari eksplorasi sampai produksi,” kata Sri Mulyani, Rabu (2/12).

Secara umum, Kementerian Keuangan telah memberikan pengurangan pajak penghasilan dari 25% menjadi 22% atau 20% dalam dua tahun ke depan sesuai Undang-Undang Cipta Kerja. Pemerintah juga membebaskan bea masuk bandara dan berbagai fasilitas lainnya di kawasan ekonomi khusus. Kemudian tambahan insentif untuk industri migas, pihaknya membebaskan biaya pemanfaatan barang milik negara (BMN).

“Kami juga melakukan penyederhanaan birokrasi dengan memberikan peran yang lebih besar kepada Kementerian ESDM dan badan pelaksana,” ujar Sri Mulyani

Pemerintah memproyeksikan sektor migas masih berperan penting dalam mendukung Indonesia menjadi negara berpenghasilan tinggi. Konsumsi minyak sendiri diproyeksikan mencapai 3,97 juta barel per hari (bph) di 2050.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, meski pemerintah mempercepat pengembangan energi terbarukan, sektor migas masih berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan energi nasional. Selain itu, sektor migas juga menjadi penggerak roda perekonomian nasional, meski juga menghasilkan pendapatan negara.

Di sisi lain, mengacu Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), konsumsi minyak diperkirakan meningkat 139% dari 1,66 juta bph menjadi 3,97 juta bph dan gas naik 298% dari 6 miliar kaki kubik per hari (billion standard cubic feet per day/BSCFD) menjadi 26 BSCFD di 2050. Pemerintah menjanjikan stimulus fiskal bagi industri migas.

“Harus kita sadari bahwa kejayaan migas telah berlalu, untuk itu Pemerintah tidak lagi mengedepankan besarnya bagi hasil (split) untuk negara, tetapi lebih diarahkan mendorong agar proyek migas dapat berjalan melalui pemberian insentif bagi beberapa Plan of Development (POD) yang selama ini dinilai tidak ekonomis oleh kontraktor,” kata Arifin.

Meski demikian, Sri Mulyani mengingatkan agar industri hulu migas tetap melakukan efisiensi. Pasalnya, meski migas masih dibutuhkan dalam volume besar, sektor ini tetap harus bersaing dengan energi terbarukan yang pengembangannya kini tengah melesat. “Jadi, agar industri migas bisa terus relevan, harus bisa efisien,” tegas dia.

Arief S Handoko Deputi Keuangan dan Monetisasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menjelaskan sejumlah insentif saat ini sudah dapat dinikmati oleh pelaku industri hulu migas. Hal ini juga guna mendukung tercapainya target produksi minyak 1 juta bph dan gas 12 miliar kaki kubik per hari (billion standard cubic feet per day/BSCFD) di 2030.

“Langkah strategis dibutuhkan untuk menarik investor. Karenanya, ada sejumlah insentif fiskal untuk tingkatkan iklim investasi migas,” tutur Arief.

Saat ini, lanjutnya, sebanyak lima insentif sudah dapat diimplementasikan. Beberapa insentif ini yakni penundaan pencadangan dana pasca tambang, penundaan atau penghapusan PPN gas alam cair (liquefied natural gas/LNG), penggunaan barang milik negara tidak dikenakan sewa, harga gas diskon untuk pemakaian di atas batas Take or Pay (TOP). Selain itu, pemerintah siap memberikan fleksibilitas fiskal seperti percepatan depresiasi, perubahan split sementara, dan kewajiban pasok dalam negeri (domestic market obligation/DMO) harga penuh. “Sementara insentif lain masih perlu pembahasan lebih lanjut,” ungkapnya.

Insentif yang belum berjalan ini adalah pembebasan pajak (tax holiday), penghapusan biaya pemanfaatan kilang LNG Badak, penundaan atau pengurangan hingga 100% dari pajak-pajak tidak langsung bagi blok eksploitasi, serta percepatan depresiasi untuk kurun waktu tertentu.(RI)