JAKARTA – Transformasi Energi Berkelanjutan masih menjadi tantangan apalagi dengan Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon demi tercapainya Net Zero Emission pada tahun 2060 atau secepatnya

PT PLN (Persero) kini memiliki berbagai program “Transformasi” yang menjadi arah untuk mengoptimalisasi Energi Baru Terbarukan (EBT), pengadaan listrik yang efisien, serta mencapai 100% elektrifikasi.

Darmawan Prasodjo, Direktur Utama PLN, menyatakan ada sejumlah peluang yang bisa dimanfaatkan Indonesia dalam program transisi energi. Peluang tersebut adalah menarik investasi masuk sebanyak mungkin untuk pengembangan energi terbarukan. Namun, tantangan dalam transisi energi di Indonesia juga tak mudah.

“Sampai 2040 nanti akan ada penambahan kapasitas terpasang listrik di Indonesia sebesar 80 gigawatt (GW) dan 75% dari energi baru dan terbarukan, sisanya berbasis gas. Transmisi yang dibutuhkan sepanjang 47.000 kilometer. Semuanya butuh investasi US$152 miliar,” kata Darmawan dalam pidato pembukaan diskusi bertajuk ”Road to PLN Investment Days 2024” di Jakarta, Rabu (6/3).

Darmawan menjelaskan kolaborasi menjadi kunci penting untuk mewujudkan program transisi energi di Indonesia. Menurut dia, PLN tidak mungkin menanggung beban program tersebut sendirian. Kolaborasi untuk urusan investasi dan pemanfaatan teknologi amat sangat dibutuhkan. Dari seluruh program penambahan kapasitas listrik energi baru dan terbarukan tersebut, swasta akan diberi porsi 60% dan sisanya dikerjakan PLN.

”Ini tantangan luar biasa, tetapi ada peluang di balik itu semua. Semoga ini menjadi awal baru di mana semangat kolaborasi bisa menjadi pendorong program transisi energi di Indonesia,” ujarnya.

Sementara itu, Jisman P Hutajulu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan listrik sudah menjadi kebutuhan dasar masyarakat. Untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi, kapasitas listrik juga harus ditingkatkan. Peluang untuk menambah porsi energi terbarukan di Indonesia sangat besar dalam upaya menaikkan kapasitas terpasang listrik tersebut.

”Bagaimana peluangnya? Ada potensi 3,6 terawatt (setara dengan 3.600 GW) energi
terbarukan di Indonesia. Apalagi, harga listrik energi terbarukan semakin murah,” tuturnya.

Tak hanya peluang berupa potensi energi terbarukan di Indonesia yang besar, peluang pengembangan industri di bidang energi terbarukan juga ada. Salah satunya adalah industri manufaktur pengembangan fotovoltaik untuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Beberapa mineral penting sebagai sumber bahan baku juga ada di Indonesia.

Terkait pengembangan manufaktur energi terbarukan, menurut Deendarlianto, Pusat Studi Energi UGM melakukan studi pemetaan terkait kemampuan manufaktur di bidang energi terbarukan pada 2017- 2019. Hasilnya, manufaktur energi terbarukan didorong dilakukan di luar Jawa karena biaya produksi di Jawa tak bisa bersaing (lebih mahal).

”Namun, industrialisasi yang ada di luar Jawa (saat ini) ternyata tidak mendukung itu. Maka, kita harus mendorong industrialisasi ke arah sana. Industri apa yang hendak kita bangun, kita siapkan. Selain itu, teknologi lokal juga harus dimanfaatkan (untuk percepatan pengembangan energi terbarukan di satu daerah),” katanya. (RI)