JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) 2009-2014 Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) Tahun 2011-2021.

Dalam konferensi pers di Gedung Juang KPK Jakarta, Selasa (19/9), Karen Agustiawan mengatakan telah menjalankan perintah jabatan sebagaimana tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1/2010 dan Nomor 14/2011.

“Perintah ini sesuai Anggaran Dasar Pertamina, saya beserta jajaran dIreksi dan staff Pertamina telah melaksanakan dengan sebaik-baiknya, sebagaimana tertuang dalam Rencana Prioritas Pembangunan Nasional,” kata Karen.

Karen menyatakan telah memberikan keterangan kepada penyidik dengan jumlah pertanyaan sebanyak sekian butir. Hal ini dilakukannya sebagai wujud pelaksanaan kewajiban menurut hukum. “Lebih lengkapnya bisa ditanyakan kepada Penyidik,” katanya.

Karen menyebutkan secara keseluruhan, pembelian LNG dari Corpus Christi (CC), justru telah menguntungkan Pertamina dan negara. Saat ini keuntungan tersebut sekitar US$200 juta atau Rp 1,6 triliun dan hal tersebut telah disampaikan kepada Penyidik. “Semoga mereka bisa mereview kembali sebaik-baiknya, dengan hasil yang sesuai dengan faktanya,” ujar Karen.

Karen mengatakan sudah menjelaskan kepada Penyidik berdasarkan semua dokumen yang ada, bahwa kontrak pengadaan LNG dari CC yang ditandangani pada tahun 2013 dan 2014 sudah tidak berlaku karena dianulir melalui Kontrak tahun 2015. Kerugian yang marak diberitakan adalah kerugian yang terjadi saat kondisi pandemi COVID-19 tahun 2020-2021, padahal kontrak berjalan untuk periode 2019 hingga 2040. Berdasarkan dokumen yang ada, kerugian tersebut pun bisa dihindari apabila pada tahun 2018 Pertamina melakukan penjualan kargonya kepada Trafigura ataupun BP. “Tapi karena alasan yang tidak saya pahami, penjualan tersebut tidak terlaksana. Meski demikian, saya dengar saat ini Pertamina sudah untung besar dari pengadaan ini. Mudah-mudahan penjelasan tersebut dapat diterima oleh pihak KPK maupun BPK,” kata Karen.

Ia menambahkan, apabila ada kecurigaan mengenai pembelian LNG yang dianggap tidak benar atau terlalu mahal, dapat mengakses website Securities & Exchange Commission (SEC). “Di sana terang benderang dapat dilihat harga pembelian LNG Pertamina adalah sama dengan pembeli-pembeli lain,” ujarnya.

Lebih lanjut Karen menyanpaikan pembelian kargo LNG merupakan aksi korporasi yang diinisiasi tahun 2011 oleh tim LNG seiring dengan Inpres Nomor 1/2010 dan Nomor 14/2011 dan setelah dilakukan kajian dengan dibantu oleh 3 konsultan internasional, serta disetujui oleh seluruh Direksi PTMN di tahun 2013 sebagai tindak lanjut dari Surat BUMN dan UKP4 terkait Proyek Strategis Nasional (PSN), dimana Pertamina ditargetkan untuk menandatangani perjanjian jual beli dengan penyedia LNG.

“Jadi transaksi pembelain kargo LNG oleh Pertamina dari CC ini bukan merupakan aksi pribadi, melainkan aksi korporasi Pertamina yang secara sah diputuskan oleh Direksi secara kolektif kolegial dan bentuk pelaksanaan perintah jabatan sesuai Anggaran Dasar Pertamina. Mohon doa dari rekan-rekan media agar kasus ini menjadi terang benderang mengingat saya sudah mengalami pencekalan lebih dari 1 tahun. Adapun lebih dan selengkapnya akan disampaikan oleh Tim Penasehat Hukum saya,” kata Karen.

Karen Agustiawan yang diangkat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Persero periode 2009-2014 mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerjasama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri diantaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat. Karen secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian dengan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero).

Selain itu pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dalam hal ini Pemerintah, tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan Karen tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu. Kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL menjadi tidak terserap di pasar domestik yang berakibat kargo LNG menjadi kelebihan pasokan dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.

Kondisi kelebihan pasokan tersebut kemudian harus dijual dengan kondisi merugi di pasar internasional oleh PT Pertamina Persero.

Perbuatan Karen Agustiawan menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar US$140 juta atau sekitar Rp2,1 Triliun.
Atas perbuatannya Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(RA)