JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia berkomitmen ikut serta mendorong penggunaan energi baru terbarukan (EBT) sebagai lokomotif baru penggunaan energi, terutama untuk meningkatkan elektrifikasi nasional.

Salah satu langkah untuk menjamin percepatan elektrifikasi nasional adalah dengan merampungkan rencana umum energi daerah (RUED) agar dapat mempercepat pembangunan pembangkit-pembangkit Iistrik skala kecil dan menengah berbasis EBT untuk desa-desa di wilayah mereka.

Halim Kalla, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang EBT dan Lingkungan Hidup, mengungkapkan, pemanfaatan pembangkit listrik berskala kecil bisa melalui pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan biomassa. Namun dalam implementasinya pembangunan pembangkit tersebut membutuhkan dukungan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang solid dari pemerintah provinsi dan kabupaten.

“Untuk tenaga surya, membutuhkan 1 hektar-1,5 hektar untuk setiap 1 megawatt (MW) dan untuk biomassa membutuhkan lahan hutan energi 100-200 hektar untuk memasok 1 MW,” kata Halim dalam rapat kerja nasional Kadin Bidang EBT di Jakarta, Selasa (29/11).

Menurut Halim, ketersediaan listrik menjadi salah satu indikator penting mengukur kemajuan suatu wilayah. Namun, sampai saat ini, masih terdapat kesenjangan rasio elektrifikasi antara wilayah perkotaan dengan pedesaan, bahkan dengan daerah terpencil. Padahal tidak sedikit pelaku usaha menaruh minat untuk bisa berinvestasi di sektor ketenagalistrikan, terutama di wilayah-wilayah terpencil.

“Kadin berminat untuk segera mengaliri Iistrik ke 12.695 desa yang belum dialiri Iistrik sama sekali dengan menggunakan sumber daya energi terbarukan. Kami berusaha mengumpulkan US$8 miliar dana hibah dan pinjaman lunak untuk membiayai program energi baru terbarukan,” kata dia.

Peningkatan elektrifikasi nasional memang menjadi salah satu fokus pemerintah. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebanyak 9,9 juta masyarakat belum mendapatkan aliran Iistrik dengan rasio elektrifikasi nasional sekitar 87%. Pemerintah menargetkan pada 2019 rasio elektrifikasi naik menjadi 97%.

Halim mengatakan pada dasarnya pengusaha dalam negeri sangat ingin berkontribusi dalam meningkatkan rasio elektrifikasi nasional. Hal tersebut diyakini akan cepat bisa terealisasi jika pemerintah juga bisa memberikan kepastian iklim investasi yang menjanjikan.

“Tentunya kami juga mengharapkan adanya dukungan payung hukumnya seperti apa, apakah harus ada peraturan menteri-nya dan sebagainya,” tandas Halim.(RI)