JAKARTA – Pelaksanaan transisi energi secara berkeadilan memerlukan aksi nyata Pemerintah Indonesia melalui dukungan politik dan kebijakan yang kuat untuk mendukung upaya global untuk mempertahankan kenaikan suhu rata-rata bumi di bawah 1,5 derajat Celcius, mewujudkan ketahanan energi, dan memfokuskan investasi pada sektor yang berkelanjutan seperti pengembangan energi terbarukan. Selain itu, pelibatan dan partisipasi seluruh masyarakat Indonesia menjadi krusial dalam melancarkan proses transisi energi. Kesatuan aksi dan strategi dalam bertransisi energi menjadi pembahasan yang akan digali lebih jauh pada Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2022.

“Kegiatan ISEW 2022 ini akan menyamakan pemahaman, memberikan pengertian, utamanya terkait upaya yang perlu dilakukan dalam mengejar target Net Zero Emissions (NZE) pada 2060 atau lebih cepat,” ujar Rachmat Mardiana, Direktur Ketenagalistrikan, Telekomunikasi dan Informatika, Kementerian PPN/Bappenas pada media briefing dan peluncuran ISEW 2022 yang diadakan secara virtual, Kamis(6/10).

Rachmat menambahkan Indonesia berusaha keluar dari perangkap negara berpenghasilan menengah menjadi negara maju sebelum 100 tahun Indonesia pada 2045. Menurutnya, internalisasi upaya transisi energi dalam penyusunan rencana pembangunan jangka panjang menjadi lebih penting dilakukan.

Yusuf Suryanto, Koordinator Ketenagalistrikan, Direktorat Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika, Bappenas menambahkan agar menjadi negara maju, Indonesia perlu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memperluas kawasan pusat pertumbuhan ekonominya.

“Titik kuncinya adalah pertumbuhan ekonomi harus tinggi lebih dari 6%, dan peran kawasan Indonesia di bagian timur perlu ditingkatnya menjadi 25% sehingga pusat pertumbuhan ekonomi di luar Jawa akan mendominasi,” ujar Yusuf.

Lebih lanjut, ia menekankan peningkatan pertumbuhan ekonomi di kawasan luar Jawa juga akan diselaraskan dengan proses transisi energi di kawasan timur Indonesia.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) & Institute for Essential Services Reform (IESR), menyebutkan bahwa Indonesia mempunyai peluang untuk meningkatkan konsumsi dan pasokan energi dengan tetap menurunkan intensitas emisi gas rumah kaca.

“Kuncinya ada pada kebijakan dan regulasi dan perencanaan yang tepat untuk mendorong teknologi rendah karbon untuk menggantikan pasokan energi yang 87%, menurut data pemerintah, berasal dari energi fosil,” ujar Fabby.

Komitmen Pemerintah Indonesia untuk bertransisi energi ditunjukkan dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No 112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Perpres ini mengatur penetapan tarif untuk energi terbarukan yang berpotensi merevitalisasi iklim investasi energi terbarukan di Indonesia. Tidak hanya itu, Perpres ini juga memberikan mandat bagi Kementerian ESDM untuk menyusun peta jalan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU.

“Mengenai transisi energi, Menteri ESDM menyusun peta jalan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dan Menteri BUMN. Tindak lanjut yang akan dilakukan diantaranya melakukan konsolidasi dan penyamaan persepsi dengan PLN dan Kementerian terkait yang terdapat dalam Perpres ini,” jelas Andriah Feby Misna, Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan KESDM.

Feby menambahkan untuk mencapai NZE pada 2060, pembangkit energi baru terbarukan yang didorong sebesar 786,2 GW dengan 60,2 GW berasal dari tenaga baterai.

Transisi energi menuju energi terbarukan akan memberikan pengaruh secara sosial, ekonomi maupun lingkungan kepada masyarakat Indonesia. Sebagai negara yang mengekspor 75% produksi batubaranya, ekonomi Indonesia akan berkontraksi signifikan jika terjadi penurunan permintaan. Hal ini ditengarai dengan semakin menguatnya komitmen iklim negara tujuan ekspor batubara Indonesia seperti Cina, India, Jepang, dan Korea Selatan. Tidak hanya itu, secara ekonomi, pembangunan pembangkit energi terbarukan diprediksi akan lebih murah dibandingkan membangun PLTU baru pada tahun 2023 dan akan lebih murah dibandingkan mengoperasikan PLTU yang sudah ada pada tahun 2030. Berdasarkan kajian IESR berjudul Redefining Future Jobs, penurunan produksi akan menciptakan dampak negatif pada lapangan kerja di sepanjang rantai nilai batubara mulai dari produksi, pemrosesan, transportasi, dan penggunaan akhir.

Widhyawan Prawiraatmadja, anggota Indonesia Clean Energy Forum (ICEF), menegaskan bahwa yang transisi energi harus dilakukan secara berkeadilan. Antisipasi terhadap dampak yang ditimbulkan, terutama pada sektor yang terdampak seperti industri batubara perlu dilakukan.

“Para pekerja terutama di sektor-sektor yang mengalami penyesuaian seperti di sektor batubara yang perlu dipersiapkan kapasitas dan kapabilitasnya untuk beralih ke energi bersih,” ujarnya.

Widhyawan mengatakan bahwa hal ini perlu dipastikan terjadi dengan dukungan insentif dari pemerintah. Lebih jauh, ia juga mendorong kesadaran dan kontribusi masyarakat dalam efisiensi energi masih jauh tertinggal dibandingkan negara maju.

Secara lengkap, proses transisi energi Indonesia akan dibahas pada ISEW 2022, terutama yang berkaitan dengan percepatan pensiun PLTU Indonesia. Pada ISEW 2022 juga akan dibahas secara rinci berbagai aspek pendukung, inklusivitas dan strategi mitigasi pada implikasi transisi energi yang perlu disiapkan Indonesia dalam proses transisi energi.

ISEW terselenggara atas kerjasama Indonesia Clean Energy Forum (ICEF), Institute for Essential Services Reform (IESR), dan Clean, Affordable, Secure Energy for Southeast Asia (CASE). CASE merupakan sebuah program kerjasama antar dua negara: Indonesia – Jerman (Direktorat Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika, Kementerian PPN/Bappenas, dan didanai oleh Kementerian Perekonomian dan Aksi Iklim Pemerintah Federasi Jerman).

Sebelumnya, diskursus transisi energi di Indonesia secara rutin dilakukan pada acara Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD), yang tahun ini berpartisipasi dalam ISEW 2022. Perdana dilakukan pada 2022, ISEW akan berlangsung selama 5 hari dari 10-14 Oktober 2022 dengan tema Reaching Indonesia’s Net Zero Energy System: Unite for Action and Strategy. (RA)