JAKARTA – Kerugian yang diderita PT Pertamina (Persero) pada paruh pertama 2020 dinilai akibat kebijakan pemerintah yang melanggar konstitusi, peraturan dan good corporate governance (GCG). Marwan Batubara, Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS), mengatakan dalam kondisi harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tetap tinggi seperti sekarang, Pertamina seharusnya malah bisa untung Rp12,25 triliun, jika pelanggaran tidak terjadi.

“Namun karena berbagai pelanggaran oleh pemerintah, 265 juta rakyat kehilangan kesempatan memperoleh manfaat SDA migas bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Keuntungan hanya dinikmati segelintir orang dalam lingkar kekuasaan,” kata Marwan, Selasa (2/9).

Situs Pertamina mempublikasikan kerugian semester I 2020 sebesar US$767,92 juta atau sekitar Rp11,33 triliun (kurs Rp=14.766 per dolar AS). Jika dibanding periode sama 2019, perolehan Pertamina ini merupakan kemunduran signifikan karena saat itu keuntungan yang diraih sebesar US$659,96 juta atau setara Rp9,7 triliun.

“Kami maklum jika banyak perusahaan merugi pada masa pandemi Corona. Kerugian bisa besar atau bisa kecil. Namun ada juga perusahaan migas yang masih untung, seperti Cinopec China, PTT Thailand, Indian Oil Company Ltd., Petronas, dan lain-lain. Untuk kasus Pertamina, kerugian tidak otomatis dapat diterima. Pemerintah harus bertanggungjawab,” tegas Marwan.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR (26/8), Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini mengatakan ada tiga faktor utama penyebab kerugian Pertamina yaitu turunnya harga minyak dunia, kurs rupiah terhadap dolar AS dan permintaan BBM. Harga minyak turun menyebabkan sektor hulu Pertamina merugi, sedangkan turunnya permintaan akibat pandemi Corona menyebabkan sektor hilir merugi. Penurunan kurs berdampak pada tambahan beban keuangan, karena fundamental pembukuan Pertamina berdasar dolar AS.

“Kami paham bahwa ketiga faktor di atas menjadi sebab ruginya Pertamina. Namun, bukan hanya ketiga faktor tersebut yang menjadi penyebab kerugian. Publik harus paham, ada penyebab kerugian lain, yang semuanya berpangkal pada kebijakan pemerintah yang melanggar konstitusi, aturan dan prinsip GCG,” ungkap Marwan.

Dia menambahkan terkait pengangkatan Basuki Tjahaja Purna (Ahok) sebagai Komisaris Utama (Komut), telah melanggar ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) No.19/2003, Permen BUMN No.02/MBU/02/2015 tentang Persyaratan Pengangkatan Komisaris BUMN, dan Permen BUMN No.01/2011 tentang Penerapan GCG. “IRESS bersikukuh pada sikap semula, Ahok harus segera dilengserkan dari posisi Komut Pertamina,” tandas Marwan.(RA)