NEW YORK– Harga minyak mentah global terus menurun pada akhir perdagangan Rabu atau Kamis (24/1) pagi WIB. Hal ini dipicu kekhawatiran investor atas melemahnya permintaan bahan bakar di tengah perlambatan ekonomi global yang melemahkan sentimen pasar.

Laporan yang dikutip Xinhua menyebutkan, harga mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret turun US$39 sen AS menjadi menetap pada US$52,57 per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara itu, harga minyak mentah Brent untuk pengiriman Maret turun US$36 sen menjadi ditutup pada US$61,14 per barel di London ICE Futures Exchange.

Pada awal perdagangan, harga minyak mendapat beberapa dukungan dari penurunan persediaan minyak mentah AS pekan lalu dan laporan Badan Informasi Energi (EIA) AS terbaru yang mengindikasikan perlambatan pertumbuhan produksi minyak serpih AS di tahun-tahun mendatang.

EIA menyatakan pada Selasa (22/1) bahwa pihaknya memperkirakan produksi minyak serpih akan naik ke rekor tertinggi pada Februari, menambahkan bahwa dalam jangka panjang pertumbuhan produksinya akan melambat. Namun, prospek pasokan yang lebih rendah diimbangi oleh kekhawatiran yang semakin mendalam atas melemahnya permintaan bahan bakar, yang disebabkan oleh tanda-tanda jelas perlambatan ekonomi global.

Di sisi lain, AS terus mengerek produksi hingga hampir 2,4 barel per hari hanya dalam setahun. Total produksi minyak AS kini mencapai 11,9 juta barel per hari dan menjadi produsen minyak terbesar dunia. Tambahan pasokan global ini menjadi salah satu penekan harga minyak WTI.

Menurut American Petroleum Institute menunjukkan bahwa persediaan minyak AS naik 6,6 juta barel pekan lalu. Ini berlawanan dengan ekspektasi analis yang meramalkan penurunan 42.000 barel. Stok bensin AS naik 3,6 juta barel, lebih tinggi daripada prediksi jajak pendapat Reuters yang meramalkan kenaikan 2,7 juta barel.

Dana Moneter Internasional (IMF) pada Senin (21/1) memproyeksikan pertumbuhan global sebesar 3,5 persen pada 2019 dan 3,6% pada 2020, masing-masing 0,2% poin dan 0,1 poin persentase di bawah perkiraan Oktober lalu.

Pedagang-pedagang juga melihat kemungkinan sanksi Amerika Serikat terhadap sektor minyak Venezuela, yang akan menyebabkan pasar lebih ketat.

Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Rabu (23/1) bahwa Amerika Serikat telah mengakui pemimpin oposisi Venezuela Juan Guaido sebagai “presiden sementara” negara itu, sebuah langkah yang muncul setelah Nicolas Maduro dilantik sebagai presiden negara Amerika Latin awal bulan ini.

Trump menambahkan bahwa Amerika Serikat akan terus menggunakan kekuatan ekonomi dan diplomatik untuk mendesak “pemulihan demokrasi Venezuela.”

Kirill Dmitriev, Kepala Russian Direct Investment Fund yang merupakan perusahaan investasi pemerintah Rusia mengatakan bahwa Rusia tidak perlu bersaing dengan Amerika Serikat (AS) di pasar minyak. “Agar produksi shale oil AS turun, harga minyak harus turun di sekitar US$ 40 per barel. Hal ini tidak sehat bagi ekonomi Rusia,” kata dia. (RA)