NEW YORK– Harga minyak mentah berjangka jatuh lebih dari 3% pada akhir perdagangan Senin atau Selasa (26/2) pagi WIB yang merupakan persentase penurunan harian terbesar tahun ini. Penurunan harga minyak dipicu kebijakan Presiden AS Donald Trump yang meminta Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) mengurangi upayauntuk meningkatkan harga minyak yang dinilai terlalu tinggi.

Patokan global, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April merosot US$2,36 atau 3,5%, menjadi menetap pada US$64,76 per barel di London ICE Futures Exchange.

Sementara itu, minyak mentah berjangkan AS, West Texas Intermediate (WTI), untuk pengiriman April turun US$1,78 atau 3,1%, menjadi berakhir pada US$55,48 per barel di New York Mercantile Exchange.

“Harga minyak terlalu tinggi. OPEC, tolong santai dan pelan-pelan saja. Dunia tidak bisa menerima kenaikan harga – rapuh!”, Trump menulis, dalam serangkaian tweet terbaru tentang harga minyak sejak April 2018.

Komentar Trump memicu aksi jual yang menghentikan momentum dari sesi Jumat (22/2), ketika kedua harga acuan mencapai tingkat tertinggi dalam lebih dari tiga bulan karena ekspektasi pengetatan pasokan dan meningkatnya harapan untuk kesepakatan perdagangan AS-China.

“Saya pikir tweet itu menyebabkan banyak penurunan momentum di awal hari, dan kami belum pulih,” kata Ahli Strategi Pasar Senior RJO Futures, Michael O`Donnell, di Chicago, seperti dikutip Reuters yang dilansir antaranews.com.

Harga minyak mentah telah meningkat sekitar 20% sejak awal tahun ketika OPEC dan produsen-produsen non-anggota, seperti Rusia, memangkas produksi untuk mengurangi kelebihan pasokan global.

“Trump tampaknya berusaha untuk mengelola mikro minyak … untuk mempertahankan produksi yang cukup kuat guna menjaga pasokan global dalam surplus,” kata Presiden Ritterbusch and Associates, Jim Ritterbusch dalam catatan kliennya. “Tapi sejauh menyangkut Saudi, tweet hari ini bahkan bisa memberanikan upaya mereka untuk menahan diri.”

Arab Saudi baru-baru ini memperkirakan produksinya akan jatuh pada Maret lebih dari yang diantisipasi berdasarkan perjanjian pengurangan pasokan, menjadi 9,8 juta barel per hari.

Selain itu, sanksi-sanksi AS terhadap ekspor dari Iran dan Venezuela telah memperketat pasar sekalipun ketika produksi di Amerika Serikat melonjak.

“Jika Anda membaca (komentar Trump), saya kira ada spekulasi akan ada, pada kenyataannya, akan ada putaran pengabaian lain yang diberikan kepada negara-negara dan perusahaan untuk membeli minyak Iran,” kata John Kilduff, seorang mitra di Again Capital Management, mengatakan tentang tweet Trump. “Itu juga mengapa Anda melihat reaksi negatif.”

Washington mengejutkan pasar setelah memberikan keringanan kepada delapan pembeli minyak Iran ketika sanksi atas impor minyak dimulai pada November. Brent berjangka turun 22% bulan itu dan menguarangi pengaruh keputusan OPEC Desember untuk memotong pasokan mulai 2019.

Analis Goldman Sachs mengatakan “prospek jangka pendek untuk minyak sedikit naik selama dua sampai tiga bulan ke depan”, tetapi menambahkan bahwa prospek untuk selanjutnya pada 2019 lebih lemah karena melonjaknya ekspor AS dan “ekonomi yang semakin tidak menentu, kebijakan, dan latar belakang geopolitik”. (RA)