JAKARTA – Cadangan mineral dan batu bara Indonesia makin menipis. Jika laju produksi dan penemuan cadangan tak seimbang maka Indonesia terancam defisit cadangan mineral dan batu bara.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga akhir 2019, untuk cadangan beberapa mineral yang selama ini menjsdi komoditas andalan misalnya bauksit total sumber daya bijih bauksit sebesar 3,3 miliar ton dan total cadangan bijih bauksit tercatat sebesar 2,3 miliar ton. Kemudian nikel, total sumber daya bijih sebesar 9,3 miliar dan total cadangan bijih nikel 3,5 miliar. Emas primer sumber daya tercatat 11,4 miliar ton dan cadangannya tercatat 3,04 miliar ton. Lalu tembaga total sumber daya 12,4 miliar ton dan total cadangan tercatat 2,7 miliar ton.

“Pemerintah telah mendorong perusahaan untuk mengalokasikan dana untuk eksplorasi,” ujar Bambang Gatot Aryono, Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM di Jakarta, Kamis (12/3).

Bambang mengakui, kewajiban untuk penambahan dana eksplorasi belum menjadi ketetapan resmi. Untuk itu sedang disusun aturan main agar setiap perusahaan memiliki tanggung jawab eksplorasi yang harus diselesaikan.

“Berapanya nanti kami tetapkan, tapi sekarang prinsipnya perusahaan harus menyediakan. Biaya eksplorasi wilayahnya. Perusahaan wajib menyediakan dana eksplorasi. Besaran berapa nanti kita akan proses lebih lanjut,” kata Bambang.

Bambang mengatakan saat ini laju produksi batu bara dibanding penambahan cadangan terbukti tidak sebanding. Produksi dalam negeri dari tahun ke tahun terus bertambah karena kebutuhan. Saat ini Indonesia hanya punya 3,5% dari total cadangan batu bara terbukti di dunia.

“Ini menunjukan Indonesia tidak begitu jadi yang terbesar lagi jika dibandingkan Amerika, Australia, China dan India,” ujar Bambang.

Produksi dan penjualan batu bara nasional terus menunjukkan peningkatan sejak 2016 hingga 2019. Pada 2016, realisasi produksi 456 juta ton, sebanyak 91 juta ton dijual ke dalam negeri dan sisanya ekspor.

Pada 2017, produksi naik jadi 461 juta ton, sebanyak 97 juta ton untuk penggunaan dalam negeri dan sisanya diekspor. Pada 2018, produksi terus naik menjadi 557 juta ton, sebanyak 115 juta ton untuk penggunaan dalam negeri dan sisanya ekspor.

Kenaikan paling tajam pada 2019, para pengusahan mengeruk batu bara dari dalam bumi mencapai 610 juta ton usai mendapatkan izin tambahan produksi 100 juta ton. Penjualan dalam negerinya ikut naik menjadi 138 juta ton dan sisanya diekspor lebih banyak. Pemerintah beralasan penambahan produksi batu bara untuk meningkatkan pendapatan negara bukan pajak.

Di tahun ini, pemerintah menargetkan produksi batu bara dan penjualannya sekitar 550 juta ton atau turun dari realisasi tahun lalu. Per 6 Maret 2020, realisasi produksinya sudah mencapai 94,72 juta ton.

Selanjutnya untuk bisa menambah cadangan, Bambang menilai tidak bisa bergantung pada perusahan batu bara yang sudah eksisting saat ini saja. Ia menilai perlu adanya junior mining company yang datang ke Indonesia untuk melakukan eksplorasi.

“Memang perlu ada peran aktif dari junior mining company yang punya keahilan dalam eksplorasi. Kami mendukung untuk junior mining company datang untuk eksplorasi,” ujar Bambang.

Ia pun mengatakan pemerintah sudah memasukan kemudahan investasi bagi junior mining company ini untuk bisa melakukan eksplorasi di Indonesia melalui Revisi UU Minerba. Harapannya, kedepan Junior Mining Company bisa masuk dan melakukan eksplorasi.

Untuk cadangan terbukti batu bara nasional per Desember 2019 sebanyak 37,604 miliar ton. Sementara sumber daya batu bara yang belum terbukti masih ada 149,009 miliar ton di dalam bumi.

Sebanyak 59% dari sumber daya batu bara merupakan kalori medium 5.100-6.100 kal/gr. Sisanya kalori rendah 31%, kalori tinggi 7%, dan kalori sangat tinggi hanya 3%.

Jika dibandingkan dengan negara penghasil batu bara lainnya, cadangan terbukti Indonesia hanya 3,5% dari total cadangan terbukti dunia. Amerika Serikat menduduki urutan pertama yang memiliki cadangan terbukti batu bara 250 miliar ton, Rusia 170 miliar ton, Australia dan China masing-masing lebih dari 140 miliar ton, dan India 100 miliar ton lebih.

“Ini menunjukkan Indonesia tidak begitu besar. Tapi ekspornya paling besar karena kebutuhan dalam negeri belum maksimal,” kata Bambang.(RI)