JAKARTA – Pemerintah terus berpacu dalam mengejar target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% di tahun 2025. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dinilai menjadi salah satu solusi tepat dalam memenuhi kebutuhan tersebut sekaligus menjawab tantangan perkembangan negara-negara maju menciptakan industri hijau (green industry).

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan bahwa Indonesia mengikuti perkembangan negara – negara besar yang sudah menuju ke arah program green industry dalam menghasilkan green product. Green product ini hanya bisa didukung oleh green energy.

“Kita harus berpacu merespon hal ini. Jika tidak industri dalam negeri akan ketinggalan, kalah saing,” kata Arifin, Sabtu (22/5).

Apabila keadaan ini diabaikan, Arifin mengkhawatirkan dampak berkepanjangan menimpa industri domestik, seperti diskriminasi pengenaan pajak karbon (carbon tax).”Ini akan menyebabkan dampak yang bergelombang ke hilir industri kita,” ujar dia.

Sebagaimana diketahui, potensi energi surya Indonesia sebesar 207,8 Giga Watt (GW) dan baru termanfaatkan sebesar 154 Mega Watt (MW). Menjadi mimpi pemerintah Indonesia membangun pasar yang menarik bagi investor terutama di sektor hulu. “Kita harus bisa menciptakan market yang cukup signifikan untuk menarik investasi masuk di sektor hulu (panel surya). Kita ada bahan-bahan baku cukup banyak dari hulu, ini akan berikan efek lain, antara lain industri yang skala kecil bisa tumbuh besar dan UKM bisa berpartisipasi,” ungkap Arifin.

Arifin tengah mencoba merancang bagaimana regulasi yang disusun selaras dengan peluang pasar yang akan diciptakan. “Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) dan Rancangan Peraturan Presiden harus sudah ada target pasar yang bisa menjadi daya tarik industri hulu untuk masuk,” kata Arifin.

Saat ini masih terdapat isu Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam industri PLTS atau panel surya. Untuk itu, pemerintah juga akan berusaha memperbaiki regulasi terkait hal ini. “Kita ada masalah Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), pemerintah dukung TKDN, ini sektor yang harus diperbaiki bersama-sama dari pelaku industri PLTS,” jelasnya.

Ia mengatakan, dalam membuka peluang di sektor hulu ini diperlukan regulasi-regulasi yang mengikat, sehingga investor bisa masuk dan Indonesia tidak ketinggalan dari negara-negara lain yang industri tenaga suryanya sudah berkembang.

“Kenapa ACWA Power perusahaan di Saudi Arabia, Masdar, Mubadala (perusahaan Uni Emirat Arab), kenapa bisa bersaing di pasar internasional pasarkan pembangkit PLTS? karena kuasai hulunya,” tegasnya.

Menurutnya, Indonesia punya potensi pasar yang besar. Jika potensi pasar ini dimanfaatkan secara optimal, maka akan bisa bersama-sama menciptakan peluang. “Kita punya pasar besar. Tiap dekade bisa 30, 40, 50 mungkin sampai 100 GW bisa dimanfaatkan, kita sama-sama ciptakan peluang,” papar Arifin.