NUSA DUA – Potensi gas bumi Indonesia cukup menjanjikan dengan cadangan terbukti sekitar 41,62 TCF. Meski cadangannya tidak signifikan dibandingkan cadangan dunia, Indonesia masih memiliki 68 cekungan potensial yang belum tereksplorasi yang ditawarkan kepada investor. Berdasarkan Neraca Gas Indonesia 2022-2030, Indonesia akan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dari lapangan migas yang ada. Dalam 10 tahun ke depan, Indonesia juga diperkirakan akan mengalami surplus gas hingga 1.715 Juta Kaki Kubik Per Hari (MMscfd).

Indonesia saat ini memang jadi negara pengekspor LNG ke beberapa negara, dengan total volume ekspor 459,55 juta MMBTU pada tahun 2021. Untuk LNG hulu, China merupakan importir terbesar LNG Indonesia dengan volume 251,82 juta MMBTU, diikuti Republik Korea sebesar 80,23 juta MMBTU dan Jepang sebesar 63,76 juta MMBTU. Sedangkan di hilir LNG, Indonesia mengekspor total 110,98 juta MMBTU dengan tujuan utama Jepang, Republik Korea dan China Taipei.

Tutuka Ariadji, Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan Indonesia dapat mengoptimalkan peran LNG untuk memanfaatkan kondisi surplus gas tersebut.

“Seperti yang diproyeksikan dalam Neraca LNG Indonesia, akan ada peningkatan produksi LNG pada tahun 2028. Dalam 10 tahun ke depan, Indonesia akan mengalami surplus gas hingga 1.715 MMscfd yang berasal dari beberapa proyek potensial di berbagai wilayah Indonesia,” kata Tutuka saat Workshop “Exploring Short-term Solutions to The Global Gas Crisis” bagian dari rangkaian acara G20 Energy Transition Working Group 3 (ETWG 3) dan Energy Transitions Ministerial Meeting (ETMM), Senin (29/8).

Menurut dia jika dilihat dari perspektif negara produsen, Pemerintah menekankan pentingnya peningkatan investasi gas bumi, baik hulu maupun hilir, untuk menjamin keamanan pasokan dan lebih jauh lagi untuk menstabilkan pasar gas. Hal ini dapat dicapai antara lain melalui kebijakan yang menciptakan iklim investasi yang lebih baik.

“Penting juga untuk mengembangkan lebih banyak infrastruktur untuk meningkatkan pemanfaatan gas alam. Lebih banyak pembiayaan dan investasi diperlukan untuk memperluas pembangunan infrastruktur,” ungkap Tutuka.

Adapun proyek-proyek migas yang bakal berkontribusi terhadap produksi gas antara lain Masela yang akan mulai berproduksi setelah pertengahan dekade ini dan Proyek IDD yang diharapkan dapat mendukung produksi LNG Bontang. Selain itu, Wilayah Kerja Andaman dan Agung yang diharapkan juga bisa berkontribusi dalam jangka panjang.

Tutuka menjelaskan produksi LNG Bontang tahun 2026 diperkirakan 27,7 kargo. Pada tahun berikutnya, produksi akan meningkat menjadi 56,2 kargo. Sejak selesainya ekspor LNG jangka panjang pada tahun 2025, semua produksi LNG diharapkan belum terkontrak. Sementara untuk produksi dari Blok Masela, diperkirakan pada tahun 2028, produksi LNG diperkirakan sekitar 149,2 kargo dan hingga tahun 2035 produksinya relatif stabil.

Sebanyak 64,3% produksi gas Indonesia pada tahun 2021, digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan. total gas yang disalurkan adalah 5.734,43 BBTUD. Dari jumlah tersebut, sebesar 27,45% untuk kebutuhan industri, ekspor berupa LNG sebesar 22,18%, pupuk 12,08%, ekspor 13,14% dan listrik 11,90%.

“Indonesia juga memanfaatkan gas untuk kebutuhan domestik LNG dan LPG masing-masing sebesar 8,56% dan 1,56%. Sebagian kecil dari sisa konsumsi adalah untuk gas kota dan gas untuk bahan bakar transportasi,” jelas Tutuka. (RI)