JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan pada 2022, Indonesia akan memiliki pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter sebanyak 57 smelter.

Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, mengatakan saat ini ada 30 smelter yang sedang dalam tahap pembangunan dan ditargetkan akan rampung seluruhnya pada tiga tahun mendatang bersamaan dengan jatuh tempo izin ekspor mineral yang belum dimurnikan.

“Jadi, sampai 2022 itu ada 57 smelter. Yang 27 sudah 100%. Sisanya masih progress antara 0%-90%. Masing-masing smelter beda,” kata Bambang saat ditemui di Gedung DPR, Senin (11/2).

Fasilitas smelter yang tersedia saat ini merupakan smelter untuk komoditas tembaga sebanyak dua, nikel sebanyak 17, bauksit dua , besi empat, serta untuk komoditas mangan dua smelter.

Untuk yang saat ini sedang dalam tahap pembangunan terdiri dari smelter komoditas tembaga sebanyak tiga, lalu nikel sebanyak 16, bauksit limak, besi dua smelter serta komoditas timbal dan seng empat smelter. Dalam dua tahun terakhir sebanyak tujuh smelter terbangun untuk komoditas nikel tiga dan besi sebanyak dua pada 2017. Serta sebanyak dua smelter nikel pada 2018.

Bambang mengungkapkan, sebagian smelter yang sedang dibangun atas dasar Izin Usaha Industri dan mayoritas tetap menggunakan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Masing-masing perusahaan mempunyai tantangannya masing-masing dalam membangun smelter. Umumnya terkait biaya investasi yang cukup tinggi.

Perusahaan yang lalai pun terancam dicabut rekomendasi ekspor mineral yang belum dimurnikannya, mencakup nikel, bauksit, dan konsentrat. “Pokoknya yang enggak sesuai ya dicabut,” tandas Bambang.(RI)