JAKARTA – Pemerintah menjanjikan insentif bagi badan usaha hilir gas bumi sebagai kompensasi penerapan harga gas maksimal US$6 per MMTBU. Insentif tersebut bukan dalam bentuk pemanfatan infrastruktur gas secara maksimal.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan salah satu insentif yang diberikan adalah dengan menambah alokasi gas bagi badan usaha. Salah satu insentif diberikan kepada PT Pertamina Gas (Pertagas), anak usaha PT Perusahaan Gas Negara Tbk.

“Pertagas mendapat kompensasi flow aliran dimaksimalkan,” kata Arifin disela rapat dengan komisi VII DPR RI, Senin (4/5).

Pertagas, kata Arifin akan mendapatkan tambahan alokasi gas untuk bisa dialirkan kembali kepada para konsumen gasnya. Dengan memaksimalkan infrastrukur yang ada diharapkan bisa meningkatkan revenue perusahaan.

Arifin menuturkan sudah meminta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) untuk menambah alokasi gas kepada Pertagas yang bisa digunakan di ruas pipa Sumatera.

“Sudah ada pengaturan SKK Migas tambahan 60 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dari Sumatera Selatan ke Kujang (PT Pupuk Kujang),” jelas Arifin.

Arifin memastikan badan usaha lain secara bertahap akan mendapatkan insentif yang telah dijanjikan pemerintah. “Yang lain secara berangsur pasti kami penuhi supaya revenue badan usaha penuh (meningkat),”  kata dia.

Selama ini kekurangan pasokan gas kerap disuarakan oleh industri pupuk. PT Pupuk Indonesia mengaku masih kekurangan pasokan gas. Padahal gas adalah bahan baku utama pembuatan pupuk, khususnya untuk urea.

Berdasarkan data Pupuk Indonesia, Pupuk Kujang salah satu anak usaha Pupuk Indonesia mengalami kekurangan pasokan untuk dua pabrik sebesar 101 MMSCFD. Pada tahun lalu dan 2020 kekurangan pasokan 10 MMSCFD. Kemudian kekurangan pasokan diprediksi meningkat menjadi 25 MMSCFD pada 2021.

Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2020 menyebut insentif sebenarnya sudah diamanatkan yakni di pasal 13 yang berbunyi Badan usaha yang menyalurkan Gas Bumi kepada pengguna Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) dapat diberikan insentif secara proporsional. Insentif tersebut ditetapkan menteri ESDM.

PGN sebelumnya telah mengkalkulasi, penerapan harga gas industri maksimal US$6 per MMBTU tanpa disertai pemberian insentif akan berdampak pada pendapatan. yang akan turun 21%.

Arie Nobelta Kaban, Direktur Keuangan PGN, mengatakan kondisi tersebut juga akan memberi beban baru perusahaan. Pasalnya, PGN masih memiliki kewajiban utang jangka panjang sebesar US$ 1,95 miliar yang jatuh tempo pada 2024. Jika pendapatan terganggu maka bisa berpotensi membuat PGN tidak mampu memenuhi kewajiban.

“Apabila tidak ada insentif maka kemampuan PGN untuk memenuhi kewajiban jangka panjang akan terganggu,” kata Arie.

Gigih Prakoso, Direktur Utama PGN, mengungkapkan saat ini harga gas PGN kepada industri rata-rata US$8,4 per MMBTU, sehingga jika ingin menurunkan menjadi US$6, ada gap US$ 2,4 per MMBTU. Untuk menutup gap tersebut pemerintah memutuskan ada pengurangan dari sisi harga jual sisi hulu ke PGN. BIasanya gas hulu ditetapkan menjadi turun antara US$4-US$4,5 per MMBTU. Jika dirata-tara saat ini PGN biasanya membeli gas dari hulu sekitar US$ 5,4 per MMBTU. sehingga ada penurunan sekitar US$ 1,4 per MMBTU penurunan dari harga jual US$ 2,4 per MMBTU dan dikurang beli dari hulu.

“Jadi masih ada gap sekitar US$ 0,6 per MMBTU ini yang kami hitung detail kami sampaikan melalui Pertamina ke pemerintah untuk mendapatkan kompensasi,”kata Gigih.(RI)