NUSA DUA- Indonesia Gas Society (IGS) berupaya keras untuk memperkuat perannya sebagai kendaraan guna menciptakan masa depan pengembangan gas dan liquefied natural gas (LNG) terhadap tantangan dekarbonsisasi saat ini. Namun, komunitas pelaku bisnis di sektor gas ini tidak membatasi diri untuk hanya fokus pada gas dan LNG.

“Semua sumber daya kita saling berhubungan dan jalur untuk mencapai nett zero, target kami bervariasi melalui penggabungan gas dengan penangkapan karbon teknologi,” ujar Aris Mulya Azof, Chairman Indonesia Gas Society saat memberikan sambutan pada 3rd IndoPACIFIC LNG Summit 2022 bertema “Adapting to the New Energy World; De Carbonization a Driving Force” di Hotel Sofitel, Nusa Dua, Bali, Selasa (19/7/2022).

Konferensi yang akan berlangsung selama dua hari yang diikuti sekitar 150 pelaku bisnis di sektor gas ini dibuka oleh Gubernur Bali I Wayan Koster dan dihadiri antara lain oleh Anggota Dewan Energi Nasional, Satya W Yudha, dan Staf Khusus Menteri ESDM, Nanang Untung. Pada hari pertama tampil pembicara antara lain Dirjen Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, Direktur Konservasi Energi Ditjen EBTKE Luh Nyoman Puspa Dewi, Direktur Utama PT PLN Gas & Geothermal M Riza Affiandi, perwakilan dari Tokyo Gas, Rystad Energy, Mc Kinsey, dan Kyushu Electric.

Aris mengungkapkan, sejak 2014 IGS telah memfasilitasi kolaborasi penting antara pemangku kepentingan energi publik dan swasta di Indonesia. Hal ini memungkinkan transfer pengetahuan dan mengembangkan strategi kerjasama untuk memenuhi kebutuhan energi bangsa kita.

Dalam banyak konferensi iklim internasional, lanjut Aris, diketahui bahwa peralihan batubara ke gas dan dukungan gas untuk energi terbarukan adalah dua hal utama topik transisi energi, terutama di Asia. Gas dan LNG adalah sumber energi yang akan memainkan peran penting peran selama tahun-tahun awal transisi energi. “Gas alam adalah bahan bakar fosil terbersih dan paling fleksibel. Ini kemungkinan menjadi bahan bakar fosil terakhir yang digantikan oleh energi terbarukan dalam beberapa dekade,” ujarnya.

Menurut Aris, penggunaan gas sebagai transisi ke pengembangan secara masif energi terbarukan adalah sangat realistis karena harganya relatif lebih murah, lebih andal, dan lebih fleksibel sehingga memungkinkan Indonesia untuk secara bertahap mencapai pasokan energi nol karbon yang layak secara komersial. “Kami percaya bahwa pengembangan bersama proyek gas dan energi terbarukan akan mempercepat energi transisi dan membawa efek pengganda teknologi dan ekonomi pada skala global,” ujarnya.

Aris menyebutkan, saat ini yang diperlukan adalah pengembangan teknologi baru untuk memenuhi permintaan energi jangka pendek. Dalam jangka panjang mencari solusi yang tepat untuk mencapai ketahanan dan keterjangkauan energi, sekaligus membangun peta jalan perubahan yang berarti untuk meningkatkan kapasitas elektrifikasi sambil mencapai target pengurangan emisi. “Ini adalah tantangan besar namun unik, apalagi kita menjadi tuan rumah Presidensi G20, salah satu agendanya adalah energi,” ujarnya.

Gubernur Wayan Koster mengapresiasi IGS yang menjadikan Bali sebagai tempat pelaksanaan The 3rd IndoPacific LNG 2022. Kehadiran Wayan Koster menjadi penegas bahwa Bali yang sedang dipimpinnya dalam visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Visi tersebut melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru dengan memberikan keberpihakan terhadap pelestarian ekosistem sumber daya alam Pulau Dewata yang diwujudkan berupa keluarnya Pergub Bali No 97/ 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai; Pergub Bali Nomor 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih; dan Pergub Bali Nomor 48 Tahun 2019 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.

“Kami ingin udara Bali jadi bersih, terbebas dari polusi serta mempercepat realisasi target Pemerintah Indonesia di dalam mewujudkan EBT sebesar 25% pada 2025 sesuai Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional,” ujarnya. (DR)