JAKARTA – PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) sebagai induk holding BUMN tambang menargetkan memulai empat proyek hilirisasi pada tahun ini. Keempat proyek prioritas tersebut adalah pengolahan bauksit menjadi alumina yang digarap bersama PT Aneka Tambang Tbk di Kalimantan Barat, pembangunan pengolahan batu bara menjadi gas dan produk turunan lainnya oleh PT Bukit Asam Tbk di Riau, pembangunan smelter tembaga oleh PT Freeport Indonesia dan penjajakan pengolahan nikel menjadi bahan utama yang dapat digunakan oleh industri baterai.

Budi Gunadi Sadikin Direktur Utama Inalum, mengatakan untuk pengolahan bauksit menjadi alumina holding akan menyiapkan dana investasi sebesar US$250 juta. Pembangunan ditargetkan dimulai tahun ini.

“Kami akan produksi alumina, banyak bauksit di Kalimantan, dari pada ekspor. Tahun ini bangun, Inalum dan Antam kapasitas satu juta ton per tahun kapasitasnya. Feasibility study sudah, tinggal pembangunan,” kata Budi di Jakarta, Jumat (1/2).

Proyek berikutnya adalah pembangunan pengolahan batu bara menjadi gas dan produk turunan lainnya oleh Bukit Asam Tbk. Proyek tersebut akan menghasilkan gasifikasi batubara dimethyl ether (DME‎),‎ sebagai pengganti bahan baku Liqufied Petroleum Gas (LPG).

“‎DME dari lokal dari coal kita bisa kurangi impor. Kurangi CAD dan bantu currency rupiah. LPG coal secara logika lebih murah dari gas,” ungkap Budi.

‎Ia melanjutkan, dua proyek hilirisasi berikutnya adalah pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) tembaga yang akan dilakukan oleh PT Freeport Indonesia, serta penjajakan pengolahan nikel menjadi bahan utama yang dapat digunakan oleh industri baterai.

“High Pressure Acid Leaching, nickel ore bisa stainless steel saja, tapi dalam lima tahun terakhir nikel bahan baku utama untuk baterai,” ujar dia.

Institut Tambang

Inlaum membentuk Institut Industri Tambang dan Mineral atau Mining and Minerals Industry Institute (MMII), sebagai salah satu upaya mempercepat pengembangan hilirisasi sektor pertambangan sehingga pengelolaan sumber daya alam Indonesia dapat menciptakan nilai tambah.

Ratih Amri, Direktur Eksekutif MMII, mengatakan hilirisasi sekarang ini sudah menjadi suatu keharusan apalagi dengan perkembangan industri dan perdagangan global.

Pada tahap awal akan melakukan identifikasi melalui riset dan kajian, baik dari sisi teknikal maupun dari sisi kebijakan.

Menurut Ratih, pekerjaan besar sekarang yang juga harus disiapkan pemerintah dalam mempercepat hilirisasi adalah regulasi.

“Utamanya bagaimana merekomendasikan sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam menyusun regulasi regulasi arahnya adalah pertambangan, pertambangan kan juga penting, jadi pertambangan dan hilirisasi industri mineral. kita akan melihat apa yang kita bisa input atau rekomendasi dari regulasi yang terkait,” tandas Ratih.(RI)