JAKARTA – PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) mencatatkan kenaikan tipis produksi migas hingga september atau kuartal III tahun 2023. Perusahaan mencatat produksi migas mencapai 161 ribu barel setara minyak per hari (Barrel Oil Equivalent Per Day/BOEPD) naik  dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu yakni 160 ribu BOEPD.

Salah satu capaian positif hingga Semptember lalu adalah Medco berhasil menambah cadangan di Natuna dan Corridor sehingga mampu memperpanjang umur produksi. Laporan cadangan baru di dua blok tersebut  memperpanjang umur cadangan terbukti dan terduga
MedcoEnergi menjadi 9,7 tahun.

“Dengan senang saya laporkan hasil operasional dan keuangan satu kuartal lagi yang solid. Laporan terbaru kami memperlihatkan cadangan Natuna dan Corridor yang lebih besar, yang menunjukkan kapabilitas MedcoEnergi yang baik dan hasil investasi berkelanjutan pada asetaset kami yang berkualitas tinggi. Untuk meningkatkan nilai Perseroan, kami akan terus fokus pada cost leadership dan penyelesaian proyek utama,” kata ROberto Lorato, CEO Medco Energi, dalam keterangannya,  Selasa (7/11).

Manajemen juga terus berupaya merealisasikan efisiensi biaya produksi yakni sebesar US$7,5 per BOE, ini tentu dibawah target perseroan yakni sebesar US$10 per BOE. Hingga September ini Medco menggelontorkan belanja modal sebesar US$155 juta terutama untuk penyelesaian proyek di Natuna dan Corridor atau masih dibawah target yang dipatok yakni US$250 juta.

Sementara untuk realisasi kinerja keuangan, Medco  mencatat penurunan laba bersih hingga Kuartal III-2023 jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu. Perusahaan bukukan laba US$242 juta hingga september atau turun 39,5% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu yakni sebesar US$400,1 juta.

Salah satu kontributor penurunan kinerja keuangan ini adalah adanya kewajiban yang harus diselesaikan oleh Amman Mineral Internasional, selain harga minyak yang rata-ratanya hingga September 2023 sebesar US$77 per barel turun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar US$101,1 per barel.

“Amman membukukan biaya kepatuhan yang lebih tinggi karena tertundanya penerbitan izin ekspor, kenaikan bea ekspor dan mulai dikenakannya (accruing) Penerimaan Negara Bukan Pajak,” ungkap Roberto. (RI)