JAKARTA – Pemerintah memproyeksikan lifting minyak nasional tidak akan tumbuh  berarti selama lima tahun ke depan. Sebaliknya, lifting justru diperkirakan akan bergerak statis dan cenderung turun pada 2024 dibandingkan dengan target yang ditetapkan pada tahun ini.

Data dari rencana strategis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan jika pada 2020 lifting minyak dipatok sebesar 755 ribu barel per hari (bph), maka tahun depan lifting diprediksi akan turun sekitar 5,1% atau menjadi 716 ribu bph. Produksi akan meningkat pada 2022 menjadi 727 ribu bph, tumbuh tipis lagi tahun berikutnya atau 2023 menjadi 743 ribu bph. Kemudian pada 2024, lifting minyak bahkan tidak tumbuh 743 ribu bph.

Arifin Tasrif, Menteri ESDM, mengatakan  lifting minyak akan turun  akibat kondisi lapangan – lapangan minyak Indonesia yang sudah berumur tua. Proyeksi lifting minyak sudah memperhitungkan berbagai upaya yang dilakukan untuk menekan laju penurunan produksi lebih besar.

Pada 2022, lifting akan rebound dibandingkan 2021 setelah rampungnya beberapa proyek migas seperti pengembangan Lapangan Ande Ande Lumut dan proyek Indonesia Deepwater Development (IDD). Kedua proyek tersebut ditargetkan mampu berproduksi pada 2023 dan 2024 dengan target volume produksi mencapai 25 ribu bph untuk Ande Ande Lumut dan IDD ditargetkan mencapai 23 ribu bph. Satu proyek lainnya adalah proyek Lapangan Abadi, Blok Masela yang ditargetkan mulai berproduksi. Selain gas juga diperkirakan akan ada minyak yang diproduksi pada 2027 sebesar 36 ribu bph.

“Kami lihat dari pengembangan yang ada sekarang, ada tiga lapangan yang menjadi andalan (nanti),” kata Arifin di Gedung DPR/MPR, Senin malam (27/1).

Menurut Arifin, pemerintah juga akan mendorong Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk lebih giat mempercepat pengembangan berbagai cekungan yang ada dan belum sempat digarap

“Memanfaatkan sumur-sumur tua untuk bisa berpotensi kembali dengan manfaatkan teknologi Enhance Oil Recovery (EOR) bio chemical surfaktan,” ungkap Arifin.

EOR kata dia, memerlukan waktu dan harus dilakukan bertahap, mulai dari laboratorium tergantung subsurface. “Untuk bisa mendapatkan formula tepat, ini yang jadi effort bersama SKK Migas,”tukasnya.

Sebaliknya untuk lifting gas hingga tahun 2024 diperkirakan akan tumbuh mengalami peningkatan. Jika tahun ini lifting gas ditargetkan sebesar 1.198 barel setara minyak per hari (boepd), maka pada tahun depan lifting diproyeksi mencapai 1.268 boepd. Kemudian tumbuh ditahun 2022 menjadi 1.288 boepd, dan menjadi 1.293 boepd di tahun 2023. Pada tahun 2024 lifting gas diprediksi mencapai 1.314 boepd.

Menurut Arifin, potensi migas di Indonesia masih cukup besar hanya saja memang perlu upaya lebih keras dan biaya lebih besar. “Masih ada potensi kita kalau mau gali lebih dalam lagi, karena batuan ada lapisan paling bawah, mudah-mudahan bisa dilakukan, tapi cost lebih mahal,” kata Arifin.(RI)