JAKARTA – Tren peningkatan Harga Batu Bara Acuan (HBA) yang sempat terjadi pada awal tahun ini tidak berlanjut. HBA Maret 2021, tercatat turun sebesar US$3,3 per ton menjadi US$84,49 per ton. HBA Februari sebelumnya ditetapkan sebesar US$87,79 per ton atau melonjak 15,7% dibanding periode Januari sebesar USD$75,84 per ton.

Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi Laynan Informasi Publik dan Kerjasama (KLIK) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan realisasi HBA Maret sangat dipengaruhi lesunya konsumsi listrik di China sehingga berdampak pada minimnya permintaan batu bara ke negeri tirai bambu.

“Setelah berakhirnya perayaan tahun baru imlek dan menjelang berakhirnya musim dingin, konsumsi listrik di pusat – pusat bisnis Tiongkok mulai lesu,” kata Agung di Jakarta, Selasa (2/3).

Dia menambahkan penurunan konsumi listrik juga dibarengi dengan kebijakan untuk meningkatkan produksi batu bara domestik di negara – negara tujuan ekspor. Ini makin menekan pergerakan HBA. “Baik Pemerintah Tiongkok dan India mendorong peningkatan produksi batu bara dalam negeri untuk mengimbangi kebijakan relaksasi impor batu bara kedua negara tersebut,” ujar Agung.

Penurunan HBA merupakan kali pertama dalam lima bulan terakhir setelah mengalami kenaikan cukup signifikan akibat tekanan kuat akibat pandemi Covid-19, yaitu Oktober 2020 (US$51/ton), November 2020 (US$55,71/ton), Desember 2020 (US$59,65/ton), Januari (US$75,84/ton), dan Februari (US$97,79/ton). “Setelah hampir setengah tahun mengalami reli, HBA terjadi koreksi,” tukas Agung.

Di samping faktor demand and supply, perhitungan nilai HBA sendiri diperoleh dari rata-rata empat indeks harga batubara dunia, yaitu Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt’s 5900 pada bulan sebelumnya.

Sebagai informasi, nilai HBA bulan Maret ini akan dipergunakan pada penentuan harga batubara pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Vessel).(RI)