JAKARTAP – PT Pertamina (Persero) akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada Jumat (31/5). RUPST Pertamina menjadi yang paling dinantikan setelah PT PLN (Persero) telah melaksanakan RUPST pada Kamis lalu.

Kabar akan dilakukannya RUPST Pertamina sebelumnya dihembuskan oleh Gatot Trihago, komisaris Pertamina. ”RUPST nanti haru Jumat,” kata Gatot, Kamis (29/5).

Bersama PLN, RUPST Pertamina memang dinilai cukup terlambat jauh, karena tidak lama lagi akan memasuki semester II tahun 2019. Bahkan menurut catatan Dunia Energi, ini merupakan keterlambatan pelaksanaan RUPST paling parah dalam sejarah perseroan.

Fahmi Radhy, pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, mengatakan keterlambatan RUPST Pertamina lantaran lamanya proses audit yang dilakukan oleh Badan Pemriksa Keuangan (BPK).

Terlambatnya audit tersebut disebabkan auditnya melibatkan seluruh anak-anak perusahaan hingga laporan keuangan konsolidasi. Disamping audit besaran subsidi yang dilakukan oleh BPKP dan BPK, serta audit dari akuntan publik,” jelas Fahmi.

Poin yang paling dinantikan dari RUPST Pertamina adalah terkait kinerja keuangan. Banyak kalangan menilai Pertamina cukup berdarah-darah dari sisi keuangan karena banyak menanggung penugasan dari pemerintah. Apalagi terkait BBM dan LPG. Untuk BBM.

Namun demikian berbagai Informasi yang menyebutkan Pertamima alami kerugian sudah ditepis oleh direksi perseroan.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, sebelumnya mengatakan pendapatan Pertamina naik dari US$42,5 miliar pada 2017 menjadi US$ 56 miliar pada tahun lalu.

Laba tahun 2018 diatas US$2 miliar. Kalau ada yang mengatakan Pertamina rugi, itu bohong besar. Jadi dari sisi pendapatan, aset, semua meningkat,” kata Nicke.(RI)