NEW YORK- Harga minyak mentah berjangka turun di akhir perdagangan Rabu atau Kamis (2/12) pagi WIB. Hal ini disebabkan reli awal gagal dan penjualan meningkat di tengah kekhawatiran varian baru virus corona Omicron. Kondisi ini dapat memangkas permintaan minyak ketika pasokan global meningkat.

Mengutip Reuters, harga inyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun US$61 sen atau 0,9% menjadi ditutup di US$65,57 per barel. Sementara itu, patokan global minyak mentah berjangka Brent turun US$36 sen atau 0,5%, menjadi menetap pada US$68,87 per barel.

Kontrak bulan depan Brent dan WTI pada November mencatat penurunan bulanan tertajam dalam persentase sejak Maret 2020, dengan Brent turun 16% dan WTI anjlok 21%.

Minyak berjangka telah berada di bawah tekanan selama berpekan-pekan karena sejumlah faktor, antar alain varian virus corona baru dan keputusan AS untuk melepaskan barel minyak dari cadangan darurat bersama-sama dengan negara-negara konsumen utama lainnya.

Spekulan pasar yang telah membangun posisi beli tahun ini karena ekspektasi pasokan yang ketat telah bergeser karena fundamental berubah. Namun, pialang utama menyatakan aksi jual telah terjadi terlalu jauh, terlalu cepat.

“Komunitas spekulan menjalankan pertunjukan di sini,” kata Robert Yawger, Direktur Energi Berjangka di Mizuho.

Di akhir sesi, harga minyak turun ke wilayah negatif setelah pejabat AS mengatakan varian Omicron –diyakini lebih menular daripada jenis virus corona sebelumnya– telah ditemukan di negara itu.
John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York, memperkirakan lebih banyak momentum bullish untuk kembali setiap kali WTI melintasi di atas US$70 per barel.

Varian baru Covid-19 telah memperumit proses pengambilan keputusan untuk Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutu mereka, yang dikenal sebagai OPEC+, yang bertemu pekan ini untuk memutuskan apakah akan terus menambahkan 400.000 barel per hari dalam pasokan ke pasar.

Laporan internal yang dilihat Reuters menyatakan beberapa berspekulasi bahwa OPEC+ dapat menghentikan penambahan tersebut guna memperlambat pertumbuhan pasokan, yang sekarang diperkirakan akan menghasilkan surplus 3,8 juta barel per hari pada Maret 2022. OPEC+ kemungkinan membuat keputusan pada Kamis.

Beberapa menteri OPEC+ mengatakan tidak perlu mengubah arah. Tetapi, bahkan jika OPEC+ setuju untuk melanjutkan peningkatan pasokan yang direncanakan pada Januari, produsen mungkin kesulitan untuk menambahkan sebanyak itu.

“Ada banyak hal yang menunjukkan bahwa OPEC+ awalnya tidak akan meningkatkan produksi minyaknya lebih jauh dalam upaya mempertahankan harga saat ini di sekitar US$70 per barel,” kata analis PVM Stephen Brennock.

Amerika Serikat, bersama dengan beberapa negara lain, mengumumkan rencana pada November untuk melepaskan 50 juta barel cadangannya ke pasar guna mencoba mendinginkan harga energi. Harga bensin eceran hampir tidak berubah bahkan ketika bensin berjangka yang belum selesai yang dikenal sebagai RBOB telah turun tajam.

Wakil Menteri Energi AS David Turk mengatakan pemerintahan Presiden Joe Biden dapat menyesuaikan waktu rencana pelepasan stok minyak mentah strategis jika harga energi global turun secara substansial.
Analis di Goldman Sachs menyatakan penurunan harga minyak berlebihan. “Pasar telah jauh melampaui kemungkinan dampak varian terbaru pada permintaan minyak.”

Stok bensin AS naik 4 juta barel pada pekan lalu menjadi 215,4 juta barel. Hal ini jauh melampaui ekspektasi analis, dan dengan penurunan keseluruhan bensin yang dipasok oleh penyuling. (RA)