NEW YORK
– Harga minyak mentah turun di bawah tertinggi 2019 pada akhir perdagangan Kamis atau Jumat (22/2) pagi WIB. Hal itu dipicu data Pemerintah AS yang menunjukkan peningkatan mingguan kelima dalam persediaan minyak mentah dan rekor produksi. Di sisi lain, kekhawatiran tentang melambatnya pertumbuhan ekonomi global membebani pasar.

Namun demikian penurunan lebih lanjut dibatasi oleh pemangkasan pasokan yang dipimpin oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) serta sanksi-sanksi AS terhadap Venezuela dan Iran. Kemajuan dalam diskusi kesepakatan perdagangan Washington-Beijing juga mendukung harga minyak.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April turun US$0,20 menjadi menetap pada US$56,96 per barel, setelah menyentuh tertinggi 2019 pada US$57,55 pada hari sebelumnya.

Sementara itu, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April turun US$0,09 menjadi US$66,99 per barel, setelah menyentuh tertinggi 2019 pada Rabu (20/2) di US$67,38.

Stok minyak mentah AS naik selama lima minggu berturut-turut ke level tertinggi dalam lebih dari satu tahun. Maklum, menurut Badan Informasi Energi AS (EIA), produksi mencapai rekor tertinggi dan pemeliharaan musiman mempertahankan tingkat pemurnian rendah minggu lalu.

Stok minyak mentah AS naik 3,7 juta barel dalam sepekan yang berakhir 15 Februari menjadi 454,5 juta barel, tertinggi sejak Oktober 2017, sekalipun ketika ekspor minyak mentah melonjak 1,2 juta barel per hari ke rekor 3,6 juta barel per hari.

“Secara keseluruhan laporan ini bearish, khususnya kenaikan kuat dalam stok minyak mentah,” kata Analis Commerzbank, Cartsen Fritsch, di Frankfurt, seperti dikutip Reuters yang dilansir antaranews.com.

Produksi di Amerika Serikat, yang tahun lalu menjadi produsen minyak mentah utama dunia, naik ke rekor tertinggi di 12 juta barel per hari, yang juga dapat meredam sentimen, kata Fritsch.

Namun, pengetatan pasokan secara global membantu mengurangi kerugian lebih lanjut.

Harga minyak telah naik tahun ini setelah OPEC dan sekutu produsen seperti Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, sepakat untuk memangkas produksi sebesar 1,2 juta barel per hari (bph) untuk mencegah peningkatan pasokan.

Anggota OPEC Nigeria memberi isyarat pada Rabu (20/2) bahwa mereka akan membatasi produksi setelah produksinya naik pada Januari.

“Kesediaan kelompok OPEC+ untuk mematuhi perjanjian pemangkasan produksi akan tetap mendukung harga minyak menjelang pertemuan mereka yang dijadwalkan April,” kata Analis Energi Senior Interfax Energy, Abhishek Kumar, di London.

“Penurunan tajam produksi minyak dari Iran dan Venezuela akan semakin memicu sentimen bullish di pasar.”

Sanksi-sanksi AS telah memukul ekspor minyak mentah Iran dan Venezuela, sementara kerusuhan telah membatasi produksi Libya.

Pembicaraan antara Amerika Serikat dan China untuk menyelesaikan sengketa perdagangan yang telah menghambat pertumbuhan global, mungkin mengalami kemajuan, membantu mengangkat harga minyak mentah.

Kedua pihak mulai menguraikan komitmen-komitmen dasar pada poin-poin utama pertikaian, sumber-sumber yang akrab dengan negosiasi mengatakan kepada Reuters. Namun, para analis mengatakan bahwa perlambatan ekonomi global – tanda-tanda yang muncul akhir tahun lalu-akan mencegah harga minyak melonjak melampaui level tertinggi yang dicapai pekan ini. (RA)