JAKARTA – Kenaikan harga gas alam Eropa diperpanjang akibat perselisihan antara Rusia dan Ukraina, yang semakin menambah gejolak pasar.

Bloomberg.com melansir Benchmark berjangka melonjak sebanyak 22%, terbesar dalam tiga minggu, setelah Gazprom PJSC memperingatkan mitranya dari Ukraina bahwa arbitrase baru atas pembayaran dapat menyebabkan sanksi Rusia terhadap Naftogaz. Hal ini berarti gas yang masih mengalir ke Eropa barat laut dari Moskow melalui Ukraina dalam bahaya, hanya beberapa jam setelah berita tentang kerusakan pada pipa Nord Stream yang ditutup ke Jerman.

Nord Stream 1 dan 2 adalah jaringan pipa gas yang menghubungkan antara Rusia – Jerman melalui saluran bawah laut. Inilah geopolitic of pipelines antar dua negara di atas. Akibat kebocoran pipa gas Nord Stream (26/9/2022), aliran gasnya meluber di permukaan laut dekat Swedia dan Denmark, kemungkinan sebagian alur pelayaran di Laut Baltik bakal ditutup sementara hingga situasi kembali normal.

Sebagai informasi, isu kebocoran terjadi pada pipa Nord Stream yang terbuat dari baja setebal 1,6 inci dan dilapisi beton 4 inci pada kedalaman nyaris 90 meter.

Menurut situs berita energi Jerman IWR, para pemasok gas Amerika Serikat (AS) akan meraih keuntungan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal ini dimungkinkan karena selisih harga gas saat ini antara pasar Eropa dan AS telah mencapai sepuluh kali lipat. Bahkan menurut Business Insider, dengan menjual gas alam cair ke Eropa, perusahaan AS dapat meraih keuntungan lebih dari US$100 juta per kapal.

Riki Firmandha Ibrahim, Pengamat Energi yang aktif sebagai Dosen Universitas Darma Persada (Unsada) dan Anggota Dewan Pakar Masyarakat Kelistrikan Indonesia (MKI), mengatakan kenaikan harga gas global tentunya berdampak negatif bagi Indonesia. Hal ini dipicu ketergantungan gas impor masih cukup besar, dibandingkan gas produksi nasional seperti dari Bontang dan Tangguh.

“Gas seperti LPG (Elpiji) jadi naik dan ini berimbas pada tingginya subsidi Pemerintah disamping kenaikan pada industri baik sektor listrik, makanan, bahan pakaian, obat-obatan, pupuk dan lainnya,” kata Riki, mantan Direktur Utama PT Geo Dipa Energi, kepada Dunia Energi, Sabtu(1/10/2022).

Untuk dampak positifnya, kata Riki, cadangan gas nasional yang dahulunya belum masuk keekonomiannya, saat ini sudah diperhitungkan dan tentu investasi akan masuk ke Indonesia untuk membangun lapangan gas yang ada. “Harga gas Bontang dan Tangguh dapat dipertimbagkan kembali untuk mengikuti harga pasar yang tinggi saat ini sehingga Pemerintah dapat terbantu subsidinya agar ekonomi nasional tidak terpuruk,” kata Anggota Dewan Pembina Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) ini.

Sementara menurut Surya Darma, Ketua Energi Terbarukan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), dari sisi sebagai negara produsen gas, kenaikan harga gas global semestinya menjadi hal yang menggembirakan.
“Tetapi karena Indonesia juga sekaligus sebagai pengimpor gas, maka kenaikan harga global juga akan berpengaruh pada perekonomian dalam negeri. Akan ada peningkatan subsidi migas yang akan membengkak,” ujar mantan Ketua Umum METI ini, kepada Dunia Energi.

Ali Herman Ibrahim, Special Advisor Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI), menyampaikan bahwa kenaikan harga gas global maka Indonesia sebagai negara pengekspor LNG dan gas pipa, akan mendapat tambahan pendapatan.
“Di dalam negeri, harga domestik trading gas alam jangka pendek tidak banyak berdampak, karena tradingnya terikat kontrak,” ujarnya, kepada Dunia Energi.

Di sisi lain, terjadi penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Amerika Serikat.

Riki meyakini penurunan harga BBM di AS tidak akan lama, karena dunia saat ini masih membutuhkan minyak bumi. “Dunia harus segera revisi untuk solusi-solusi jangan pendek, menengah dan panjangnya,” ujarnya.

Surya Darma menilai Penurunan harga BBM di AS disebabkan oleh kecendrungan harga minyak dunia yang menuru dalam beberapa waktu terakhir. “Amerika Serikat sedang banyak menggunakan gas yang diproduksikan sendiri dari shale gas. Peningkatan produksi gas AS akan meningkatkan ketahanan energi yang lebih baik serta mengurangi tekanan international,” ujarnya.

Ali Herman Ibrahim menambahkan bahwa penurunan harga BBM di AS dapat menjadi indikasi langsung bahwa harga crude oil global turun.
“Harga BBM non subsidi Indonesia bisa turun. Ini keuntungan adanya lebih dari 2 retail BBM, yakni Pertamina, Shell, Total , Vivo,” ujar Ali Herman yang juga mantan Direktur Pembangkitan dan Energi Primer PLN ini .(RA)