JAKARTA – PT Bukit Asam Tbk (PTBA),  anggota holding BUMN sektor pertambangan akan melakukan perubahan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) pada tahun ini menyusul merosotnya harga komoditas batu bara dalam beberapa bulan terakhir.

Suherman, Sekretaris Perusahaan Bukit Asam,  mengungkapkan pembahasan perubahan RKAP saat ini sedang menunggu persetujuan induk holding tambang. Salah satu poin utama yang diubah adalah asumsi harga jual batu bara.

“RKAP yang sedang kami sesuaikan. Itu kan harganya turun jauh dibanding target awal yang kami mintakan dengan komisaris maupun ke Inalum (MIND ID). Waktu itu kami masih di harga Rp 990 ribuan per ton dan ini sangat berpangaruh ke pendapatan dan laba bersih. Saat ini masih proses persetujuan dari Inalum,” kata Suherman di Jakarta, Selasa (27/8).

Dia menambahkan kondisi harga batu bara saat ini memberikan pengaruh cukup besar terhadap kinerja keuangan Bukit Asam. Hingga kuartal I 2019, realisasi harga jual rata-rata hanya Rp772.044 per ton. Jauh dibawah realisasi tahun lalu dengan periode yang sama sebesar Rp 887.833 per ton.

Kondisi tersebut menbuat pendapatan perusahaan hanya Rp5,34 triliun. Laba bersih Bukit Asam pun tergerus karena hanya Rp 1,14 triliun atau menurun 21,5% dari realisasi tahun sebelumnya Rp1,45 triliun.

Harga Batu bara Acuan (HBA) pada Agustus 2019 sempat alami rebound jika dibanding bulan-bulan sebelumnya sebesar US$ 72,67 per ton, naik tipis US$0,75 per ton atau sebesar 1,04% dibanding bulan lalu yang berada di level US$71,92 per ton.

Tapi kondisi ini terbilang rendah mengingat HBA terus alami penurunan dimulai sejak September 2018 kemarin. Kala itu HBA berada di posisi US$104,81 per ton. Kemudian terkoreksi di bulan berikutnya menjadi US$100,89 per ton dan berlanjut di November sebesar US$97,90 per ton. Pada penutupan 2018 pun harga masih melemah di level US$92,51 per ton. Pada awal 2019 tren penurunan harga masih terjadi lantaran HBA berada di posisi US$92,41 per ton. Kebijakan pemerintah Tiongkok yang membatasi kuota impor menjadi faktor utama melemahnya harga tersebut.

Selain mengajukan perubahan terhadap harga jual, Bukit Asam juga mengajukan perubahan terhadap target produksi.

“Akhir tahun sekitar 28 juta ton (target produksi),” tukas Suherman.

Target tersebut diatas target yang dipatok Bukit Asam sebelumnya yakni sebesar 27,3 juta ton.

Selain itu, beberapa upaya efisiensi juga terus dilakukan perusahaan mengantisipasi kecenderungan penurunan harga batu bara.

“Kami cari tambang-tambang yang punya stripping ratio yang masih rendah. Ada yang dapat 2,5-3 kali. Jarak angkut kami optimalkan disitu, yang lain-lain sudah kami efesiensikan semua,” kata dia.(RI)