NUSA DUA – Pemerintah memang sepekan terakhir ini terus memberikan signal bakal adanya kenaikan harga BBM bersubsidi. Namun sampai sekarang ini masih belum jelas waktu ataupun besar kenaikan tersebut bahkan sampai menimbulkan kekisruhan di kalangan masyarakat.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), saat ditemui disela-sela pelaksanaan Energy Transition Working Group (ETWG) ke-3 di Bali meminta masyarakat untuk bersabar menanti keputusan resmi dari presiden Joko Widodo. “Sabar,” kata Arifin singkat di Nusa Dua, Kamis (1/9).

Dia pun hanya tersenyum ketika ditanya tentang kepastian apakah penyesuaian harga dilakukan pada pekan ini atau tidak.

Belum diputuskannya kebijakan harga BBM berimbas kekisruhan di masyarakat. Tidak sedikit antrian panjang kendaraan terjadi di berbagai SPBU Pertamina.

Pemerintah sendiri telah menyiapkan skema penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai bantalan jika nanti ada perubahan mekanisme subsidi yang menyebabkan kenaikam harga BBM subsidi.

Skema subsidi energi yang tepat sasaran untuk golongan tidak masyarakat mampu mendesak untuk diterapkan. Jika tidak, beban subsidi yang ditanggung pemerintah akan terus membengkak dan membebani keuangan negara.

Fakta tidak tepatnya sasaran subsidi energi khususnya bahan bakar minyak (BBM) disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pekan lalu. Subsidi solar yang beredar di pasar 89%-nya dinikmati oleh dunia usaha. Adapun untuk jenis BBM penugasan jenis Pertalite subsidinya dinikmati oleh 86% kalangan mampu.

Besarnya konsumsi BBM bersubsidi oleh kalangan mampu disebabkan mekanisme subsidi saat ini bersifat terbuka dan diberikan ke produk energi. “Artinya, siapapun bisa mengakses BBM bersubsidi tersebut jika tanpa pembatasan,” ujar Josua Pardede, Chief Economist Bank Permata belum lama ini.

Menurut Josua, dengan pola subsidi selama ini, di mana seluruh masyarakat menikmati subsidi BBM cukup besar, perlu dilakukan penyesuaian harga secara bertahap agar gejolak sosial yang ditimbulkan dapat tertangani dengan baik. “Sebagai langkah awal, pemerintah dapat menaikkan harga BBM (pertalite) ke level Rp10.000 per liter untuk mengurangi beban anggaran negara saat ini dan kuota BBM bersubsidi tahun mencukupi,” katanya.

Pertamina sendiri berinisiatif untuk memastikan subsidi tepat sasaran melalui penggunaan aplikasi digital.

Irto Ginting, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, menjelaskan bahwa Program Subsidi Tepat yang saat ini sedang dijalankan bertujuan untuk mendata kendaraan yang menggunakan Pertalite dan Solar.

“Pertamina perlu mendata konsumsi BBM bersubsidi sehingga penyalurannya bisa lebih termonitor dan mencegah adanya kecurangan atau penyalahgunaan di lapangan. Saat inipun fokusnya masih pada pendaftaran dan sosialisasi, memastikan kesiapan sistem serta operasional dilapangan sambil terus memantau perkembangan revisi Peraturan Presiden No.191 Tahun 2014 yang menjadi regulasi acuan penetapan penyaluran BBM bersubsidi,” jelas Irto.

Hingga akhir Agustus 2022, sudah lebih dari satu juta unit kendaraan yang didaftarkan dalam Program Subsidi Tepat. Dari seluruh kendaraan tersebut sedikit ada pergeseran, dimana persentase jenis kendaraan Pertalite hampir 70%, dan kendaraan pengguna Solar subsidi yang didaftarkan meningkat menjadi lebih dari 30%.

“Dari data tersebut, untuk pengguna Pertalite yang mendaftar masih didominasi oleh pengguna pribadi. Sedangkan untuk Solar komposisinya cukup seimbang antara pengguna pribadi maupun kendaraan umum,” ungkap Irto. (RI)