JAKARTA – Generasi muda dapat menjadi aktor dan berperan aktif memberikan kontribusi positif dalam menekan Gas Rumah Kaca (GRK). Melalui keterlibatan aktif pada agenda-agenda pengendalian perubahan iklim, seperti transisi energi dengan mendorong penggunaan sumber energi yang terbarukan dan ramah lingkungan, membatasi penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil, dan melakukan penanaman pohon dalam skala besar, mereka menjadi salah satu penentu keberhasilan mencegah kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 1,5 derajat Celcius.

“Sebagai generasi muda yang akan menjadi angkatan kerja di era transisi energi menuju net zero emission 2060, para generasi muda akan menjadi penentu di dalam mempercepat transformasi angkatan kerja dari penggunaan bahan bakar yang berbasis fosil menjadi berbasis EBT,” ujar Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), dalam webinar Indonesian Youth’s Determination to Reinforce Clean Energy and Climate Action, Tekad Generasi Muda Indonesia Mencegah Perubahan Iklim & Mendukung Energi Bersih, baru-baru Ini.

Siti Nurbaya mengapresiasi para generasi muda yang telah berperan aktif melakukan upaya pengendalian perubahan iklim terutama dengan mengupayakan penggunaan energi bersih yang terbarukan. Ia menjelaskan bahwa agenda perubahan iklim sangat penting bagi Indonesia. Hal ini guna memenuhi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28H yang menyatakan bahwa negara harus menjamin kehidupan dan lingkungan yang layak bagi warga negaranya, inilah alasan utama yang mendasari komitmen Indonesia untuk perubahan iklim.

Dokumen Updated NDC (UNDC) Indonesia yang telah disampaikan kepada sekretariat UNFCCC menetapkan komitmen peningkatan ambisi pengurangan emisi GRK pada tahun 2030, melalui pencapaian puncak pengurangan emisi GRK nasional pada tahun 2030, dimana sektor Forestry and Other Land Use (FoLU) sudah mencapai kondisi net-sink carbon. Diproyeksikan bahwa sektor FoLU akan berkontribusi hampir 60 persen dari total target penurunan emisi gas rumah kaca yang ingin diraih oleh Indonesia. Komitmen tersebut disertai dengan informasi terinci dalam dokumen Strategi jangka panjang/Long-term Strategies for Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR 2050).

“Dokumen Updated NDC menunjukkan peningkatan komitmen Indonesia melalui program, strategi, dan tindakan dalam elemen mitigasi, adaptasi, kerangka transparansi dan dukungan implementasi, sedangkan Dokumen LTS-LCCR 2050 memberikan arahan visi berkelanjutan Indonesia untuk periode jangka panjang dan mencapai keseimbangan antara pengurangan emisi GRK di masa depan dan pembangunan ekonomi,” kata Siti Nurbaya.

Merujuk pada laporan the Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), menyebutkan bahwa pada tahun 2011 – 2020, suhu permukaan global sudah meningkat rata-rata 1,09 derajat Celcius, dengan kenaikan suhu di permukaan daratan sebesar 1,5 derajat Celcius dan di permukaan lautan sebesar 0,89 derajat Celcius. Jika tidak dilakukan penurunan emisi gas rumah kaca yang besar pada tahun 2020-2050, suhu tersebut akan terus meningkat mencapai 2,1 derajat sampai 3,5 derajat Celcius pada skenario intermediate.

“Penurunan emisi GRK mencegah kenaikan suhu bumi tak lebih dari 1,5 derajat Celcius sangat ditentukan oleh upaya-upaya penurunan GRK yang ambisius dalam rentang tahun 2020-2030,” ujar Siti Nurbaya.

Untuk itu keberadaan generasi muda yang peduli pada pengendalian perubahan iklim lewat aksi-aksi iklim dan energi bersih, perlu didorong. Generasi muda memiliki ciri berani mengemukakan pendapat, memliki kemampuan menyerap nilai dan gagasan baru, inovatif, kreatif, memiliki Ide dan gagasan baru yang menarik, mobilitas yang tinggi dan dinamis, kesetiakawanan dan keperdulian sosial tinggi, peduli dan tanggap akan kejadian di sekitarnya, serta memiliki kemurnian idealisme, positive thinking, dan mandiri, juga suka berbagi pengetahuan akan sangat mudah untuk menggeliatkan agenda-agenda pengendalian perubahan iklim di dunia.

Indonesia mempunyai modal alam yang sangat luar biasa (natural capital super power). Terlebih dalam konteks Carbon and Climate. Dua sektor utama yang didorong untuk menurunkan emisi GRK Indonesia adalah sektor FoLU dan sektor Energi. Terdapat enam aksi mitigasi utama di sektor FoLU. Keenam upaya mitigasi tersebut, yaitu kegiatan pengurangan laju deforestasi dan degradasi hutan atau REDD+, terutama pengendalian kebakaran hutan dan lahan; rehabilitasi hutan terutama mangrove; pengelolaan lahan gambut, dan mangrove; pengelolaan hutan lestari dan mempertahankan tutupan hutan primer; pembangunan hutan tanaman industri; serta peningkatan peran konservasi keanekaragaman hayati.

Sementara dari sektor energi pengurangan emisi GRK didorong dari transformasi di sektor energi, yaitu transisi menuju pengaturan dan pentahapan operasionalisasi PLTU batu bara dan substitusi dengan pengembangan besar-besaran dari energi baru dan terbarukan. Termasuk elaborasi potensi sumber-sumber baru Energi Baru Terbarukan (EBT) seperti hidrogen dan energi gelombang dan pasang surut.

Di antara langkah dalam program EBT salah satunya melalui dorongan untuk Hutan Taman Industri (HTI) untuk ioenergi, pemanfaatan jasa lingkungan air untuk teknologi mikrohidro, pemanfaatan sampah menjadi energi listrik, dan pemanfaatan panas bumi.(RA)